Hattrick korupsi sang mantan menteri BUMN era Susilo Bambang Yudhoyono

Hattrick korupsi  sang mantan menteri BUMN era Susilo Bambang Yudhoyono
dahlan iskan

Riauaktual.com - Saat menjabat direktur PLN maupun menteri BUMN era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Dahlan Iskan terkenal dengan jargon kerja cepat. Sat set, wat wet menjadi onomatopea yang dipopulerkan Dahlan sebagai acuan cara kerjanya yang gesit.

Namun, siapa sangka jika karir Dahlan antiklimaks. Tak tanggung-tanggung, Dahlan disangka terlibat dalam tiga kasus korupsi, sebuah hattrick yang menambah pembasian demokrasi di Indonesia. Dahlan juga dapat mencoreng harapan masyarakat bahwa orang yang sudah mapan secara ekonomi biasanya jauh dari korupsi. Masyarakat masih menganggap bahwa korupsi semata-mata akibat kerakusan terhadap uang.

Namun, dari sisi lain, antiklimaks Dahlan akibat tersetrum dugaan korupsi dapat menumbuhkan harapan bahwa rezim Jokowi tetap konsen dengan pengusutan kasus korupsi, meskipun ada tudingan bahwa Dahlan dikuyoh-kuyoh karena alasan politis. Dahlan Iskan merupakan satu dari lima menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II pimpinan SBY yang ditetapkan tersangka korupsi, yang lain adalah Andi Alfian Mallarangeng, Suryadharma Ali, Jero Wacik, dan Siti Fadilah Supari.

Terlepas dari itu, Dahlan memberikan pelajaran kepada kita bahwa manusia tak selalu inheren dengan kebaikan, dan kekuasaan kerap berbau busuk korupsi. Oleh sebab itu, mari senantiasa berani membatasi diri, tak hanya terhadap harta tapi juga kuasa, sekaligus hati-hati mengambil kebijakan.

Kesetreum gardu listrik

Kejaksaan Tinggi Jakarta menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada 2011-2013.

Penetapan status Dahlan ini terjdi pada Jumat, 5 Juni 2015. Dahlan ditetapkan sebagai tersangka dalam posisi sebagai kuasa pengguna anggaran dalam kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk tersebut.

Dahlan menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN saat kasus dugaan korupsi ini terjadi. Walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, Dahlan Iskan tidak ditahan.

Terkait kasus ini, Kejaksaan telah menetapkan 15 tersangka, dan sembilan orang di antara mereka adalah petinggi PLN cabang Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, serta para petinggi rekanan.

Kejaksaan mengusut kasus ini sejak Juni 2014 setelah menerima laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap proyek senilai Rp1,06 triliun ini. BPKP dalam auditnya menyebutkan bahwa proyek tersebut diduga merugikan negara sebesar Rp 33 miliar.

Menurut Kejaksaan, penyimpangan ditemukan antara lain ketika penandatanganan kontrak pembangunan gardu induk pada 2011, tetapi lahannya belum dibebaskan. Hingga tenggat proyek berakhir pada 2013, hanya lima gardu yang dapat dibangun oleh pihak rekanan PT PLN.

Terjerat penjualan aset BUMD

Menjadi tersangka penjualan aset milik PT Panca Wira Usaha (PWU), badan usaha milik daerah (BUMD) Pemprov Jawa Timur, Dahlan pun ditahan pada malam Jumat, 27 Oktober 2016.

Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka, karena mengakui jika dirinya menyetujui penjualan aset itu dan menandatangani dokumennya. Dahlan terseret kasus ini dalam kapasitasnya sebagai direktur PT PWU dalam kurun waktu 2000-2010.

Kasus Dahlan bermula dari penahanan terhadap Wisnu Wardana, mantan Ketua DPRD Surabaya, yang sempat menjabat sebagai Kepala Biro Aset dan Ketua Tim Penjualan Aset PT PWU. Ia disinyalir telah menjual aset-aset PT PWU berupa sebidang tanah dan bangunan di dua kota: Kediri dan Tulungagung, tanpa mengikuti prosedur yang berlaku.

Total aset Pemprov Jatim yang dicurigai menjadi sasaran manipulasi dalam kasus ini mencapai 33 aset. Seluruh aset tersebut, yang dijual selama Dahlan menjabat sebagai direktur utama pada 2000-2010, dilepas di bawah standard Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Di sisi lain, penyidik Kejati Jatim masih menunggu audit BPKP untuk mendata total kerugiannya.

Saat penyidikan terhadap Wisnu Wardhana berlangsung, Kejati Jatim berhasil memperoleh nama Dahlan Iskan. Kuasa hukum Wisnu, Daud Budi, menyatakan bahwa Dahlan Iskan selaku Direktur Utama PT PWU-lah yang paling bertanggung-jawab atas kasus ini, dan bukan kliennya.

“Biarlah sekali-kali terjadi seorang yang mengabdi setulus hati, tanpa dibayar, menjabat sebagai direktur perusahaan daerah yang saat itu belum punya apa-apa, harus jadi tersangka. Bukan karena makan uang atau menerima sogokan, bukan karena menerima aliran dana, tapi karena harus tanda tangan dokumen dari anak buah,” kata Dahlan saat menghadapi kasus ini.

Kasus ini sempat terhenti dan baru diusut kembali akhir Juni 2016 lalu. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Maruli Hutagalung, meneken surat perintah untuk kembali melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut.

Ketabrak mobil listrik

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sebagai tersangka pada Kamis (2/2/2017). Ia dijerat dalam kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan 16 mobil listrik untuk konferensi APEC.

Proyek ini dilaksanakan pada saat Dahlan menjabat sebagai Menteri BUMN. Sprindik kasus ini diterbitkan pada 26 Januari 2017.

Dalam kasus ini, sebelumnya Kejagung telah menetapkan dua tersangka, yaitu mantan Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi, dan mantan Kepala Bidang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN Agus Suherman.

Dasep telah divonis tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan penjara. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 17,1 miliar atau diganti hukuman 2 tahun penjara.

Terkait kasus ini, Jaksa Agung HM Prasetyo ikut angkat bicara. Dia menilai mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan pandai membentuk opini untuk menarik simpati publik saat dirinya ditahan di rutan Medaeng, Surabaya.

"Ini saya minta kepada jampidsus, dia sakit-sakitan terus katanya. Bahkan begitu pandainya membentuk opini ketika ditaruh sementara di Madaeng, dia menyebar foto-fotonya tidur di lantai. Untuk apa tidur di lantai dia pakai sarung," katanya di Jakarta, Jumat (03/02/2017).

Terhadap kasus ini, Prasetyo memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) segera menindaklanjuti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu.

 

 

Sumber : rimanews

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index