Bom Nuklir Tidak Berguna AS Berisiko Timbulkan Bencana Terorisme

Bom Nuklir Tidak Berguna AS Berisiko Timbulkan Bencana Terorisme
ilustrasi/sindonews.com

Riauaktual.com - Amerika Serikat (AS) berencana untuk menghabiskan USD10 miliar untuk meningkatkan kemampuan 150 bom nuklir era Perang Dingin yang ditempatkan di Eropa. Menurut para ahli, itu dilakukan lebih kepada rasa tanggung jawab keamanan yang dipikul AS ketimbang menggunakan ratusan bom tersebut sebagai pencegah serangan musuh.

"Asumsi tentang keselamatan dan keamanan senjata nuklir AS yang tersimpan di Italia, Belanda, Belgia, Jerman dan Turki telah dirusak oleh serangan teroris dan ketidakstabilan politik baru-baru ini," bunyi laporan yang diterbitkan oleh kelompok advokasi kontrol senjata Nuclear Threat Initiative (NTI).

Sepertiga bom B61 di Eropa yang berada di bawah kendali gabungan AS-NATO diyakini disimpan di Pangkalan Udara Incirlik Turki - yang telah ditutup dan dipotong aliran listriknya selama usaha kudeta terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan pada 2016 lalu. Petugas komando asal Turki kemudian ditangkap karena diduga terlibat dalam rencana kudeta tersebut.

Memperhatikan seberapa cepat asumsi tentang keselamatan dan keamanan senjata nuklir AS yang disimpan di luar negeri dapat berubah, laporan tersebut berpendapat bahwa senjata nuklir AS meningkatkan risiko kecelakaan, kesalahan, atau bencana terorisme dan mengundang tindakan preventif.

"Dengan adanya risiko tambahan ini, sudah lama untuk ditinjau kembali apakah forward-based weapons ini penting untuk pencegahan militer dan kepastian politik," kata laporan itu seperti dikutip dari RT, Jumat (16/2/2018).

Laporan berjudul "Membangun Posisi Nuklir NATO yang Aman, Terjamin dan Kredibel," laporan tersebut melanjutkan dengan menyatakan bahwa gudang bom B61 mungkin memiliki nilai strategis yang sedikit atau tidak sama sekali karena senjata tersebut akan dikirim oleh pesawat berkemampuan ganda NATO (DCA), dan tidak bisa digunakan secara sepihak oleh AS.

"Sejumlah mantan pejabat senior AS dan pemimpin militer telah menunjukkan bahwa senjata nuklir AS yang berbasis di Eropa sama sekali tidak memiliki utilitas militer. Kompleksitas politik proses pembuatan keputusan NATO menimbulkan keraguan bahwa negara-negara anggota dapat mencapai konsensus mengenai sinyal nuklir atau digunakan dalam krisis," kata laporan NTI.

"Sulit untuk membayangkan keadaan di mana seorang presiden AS akan memulai penggunaan nuklir untuk pertama kalinya dalam lebih dari 70 tahun dengan sebuah DCA NATO yang diterbangkan oleh pilot non-AS yang mengirimkan bom B61 AS," sambung laporan tersebut.

Pemerintahan Obama nyaris menarik peninggalan nuklir Perang Dingin dari Eropa sebagai bagian dari inisiatif pelucutan senjata nuklir, namun rencana tersebut batal setelah hubungan dengan Moskow terpuruk pada akhir masa jabatan terakhirnya. Sebagai gantinya, pemerintah memilih program Pentagon senilai USD10 miliar yang akan meningkatkan kemampuan bom tersebut untuk membuat mereka lebih akurat.

Presiden Donald Trump telah setuju dnegan rencana tersebut. Dalam sebuah pernyataan bulan lalu, Trump mengatakan: "Kita harus memodernisasi dan membangun kembali senjata nuklir kita, mudah-mudahan tidak akan pernah menggunakannya, namun membuatnya begitu tangguh dan kuat sehingga akan menghalangi tindakan agresi oleh negara lain atau orang lain."

Dirilis awal bulan ini, Nuclear Posture Review (NPR) AS mengutip modernisasi nuklir Rusia sebagai motivator terkemuka di balik peningkatan kemampuan gudang persenjataan AS. Moskow mengatakan bahwa tuduhan "Rusia agresif" yang bangkit kembali tidak ada hubungannya dengan kenyataan dan digunakan sebagai dalih untuk memompa lebih banyak uang ke industri pertahanan AS. (Wan)

 

Sumber: Sindonews.co.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index