Wow! Peneliti Temukan Semburan Gas Panas saat Fenomena Gerhana Matahari

Wow! Peneliti Temukan Semburan Gas Panas saat Fenomena Gerhana Matahari
(Foto: NASA)

Riauaktual.com - Pada 2012, Habbal seorang astronom dan profesor di University of Hawaii, melakukan perjalanan ke Australia utara untuk menyaksikan gerhana Matahari total. Selama beberapa saat ketika gerhana Matahari terjadi, semburan gas panas di atmosfer Matahari yang biasanya tak terlihat terungkap di langit saat itu.

Dilansir dari Space.com, Selasa (15/8/2017), fenomena semburan gas panas tersebut dianggap salah satu fenomena alam paling menakjubkan yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Hal yang sama terjadi kembali pada 2013, saat Habbal pergi ke Kenya dengan harapan bisa melihat gerhana Matahari total lainnya.

Habbal menyaksikan fenomena alam tersebut setiap tahunnya di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia yang ikut merasakan fenomena tersebut pada 2016. Sebagai astronom di University of Hawaii, ia mempelajari angin Matahari.

Angin Matahari merupakan partikel yang mengalir dari permukaan Matahari karena keduanya merupakan angin sejuk yang konsisten dan lembut serta melalui letusan dahsyat yang meludahkan awan material ke luar angkasa. Selama gerhana Matahari total, para ilmuwan mendapatkan pandangan yang jelas tentang atmosfer Matahari yang lebih rendah yang disebut Korona (angin Matahari muncul dari permukaannya).

Gerhana Matahari total adalah satu-satunya cara langsung untuk mempelajari kemunculan angin Matahari dari permukaannya. Upaya untuk meniru gerhana dengan instrumen buatan manusia tidak dapat menangkap semua panjang gelombang cahaya yang ada.

Bagi Habbal dan rekan-rekannya, gerhana Matahari total memberikan sumber kehidupan terhadap penelitian yang sedang mereka lakukan. Matahari yang merupakan sumber energi utama bagi kehidupan juga merupakan ancaman besar bagi masyarakat modern.

Ledakan bahan di atmosfer Matahari dapat mengirimkan awan partikel energik yang melayang ke Bumi, di mana mereka bisa bertabrakan dan merusak sistem elektrolit di dalam satelit. Pada abad ke-21, ancaman tersebut berpotensi melumpuhkan jaringan komunikasi yang memengaruhi segala hal mulai dari layanan telepon seluler individual hingga ekonomi global.

Ledakan Matahari yang disebut Coronal Mass Ejetions (CMEs) juga dapat mengirim partikel bermuatan yang membahana di medan magnet Bumi ke permukaan planet. Pada tahun 1989, CME mematikan seluruh listrik ke seluruh provinsi Quebec, dan butuh waktu 12 jam untuk memulihkan segalanya.

Bagian lain Amerika utara melaporkan lebih dari 2.000 masalah grid di hari yang sama, namun negara-negara lain termasuk Amerika Serikat terhindar dari pemadaman besar-besaran tersebut. CME yang cukup besar bisa mematikan seluruh daya di semua benua selama berminggu-minggu atau lebih.

Sama seperti ramalan cuaca yang sering membantu Bumi untuk menyelamatkan banyak nyawa selama tornado dan angin topan berjalan, ilmuwan surya seperti Habbal berharap bahwa dengan mempelajari Matahari akan membantu mereka memprediksi cuaca Matahari dengan baik untuk bisa menyelamatkan umat manusia dari bencana Matahari yang menghancurkan.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index