Alasan-alasan ini yang buat WNI Ganti Kewarganegaraan

Alasan-alasan ini yang buat WNI Ganti Kewarganegaraan
Ilustrasi Paspor
RAGAM (RA) - Fenomena kewarganegaraan ganda tengah heboh dibicarakan di Indonesia. Faktanya, tidak sedikit dari Warga Negara Indonesia (WNI) yang ternyata lebih memilih hijrah ke negara lain dengan berbagai alasan. Mulai dari alasan demi kelancaran kerja, ikut pasangan, tidak ada wadah dan kesempatan bagi WNI-WNI untuk berkarya dan mendapat kehidupan yang layak.
 
Ada juga, yang merasa kurang diapreasiasi dan diberikan penghargaan atas karya dan kinerja yang mereka buat secara pantas di Indonesia. Kondisi ini membuat para putra-putri berbakat tanah air ini mencari tempat lain untuk berkiprah, salah satu jalannya adalah hijrah ke negara lain.
 
Alhasil, tak sedikit pula dari WNI yang karirnya menanjak hingga dikenal dunia usai berpindah kewarganegaraan. Berbagai sektor dan bidang strategis di lembaga dan perusahaan internasional, mulai diisi oleh warga berdarah Indonesia. 
 
Meski berdiaspora di negeri orang tak lantas membuat para WNI ini melupakan tanah airnya. Sebab dalam beberapa kasus, banyak WNI berbakat memiliki motivasi untuk mengabdi membangun Indonesia.
 
Lantas mengapa putra-putri Indonesia pilih berjaya di negeri orang?
 
Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Musni Umar mengatakan, ada sejumlah faktor yang membuat WNI akhirnya hijrah dan berganti kewarganegaraan. 
 
Pertama, kata dia, negara lain memiliki ekonomi yang lebih stabil ketimbang Indonesia. Sehingga, WNI yang berpendidikan dan berbakat punya jaminan untuk hidup lebih layak.
 
"Memang negara lain itu kehidupan ekonomi mereka lebih stabil. Mereka yang berpendidikan itu ada jaminan untuk kehidupan lebih layak, dan jaminan masa tua. Hidup di Indonesia hampir orang yang berpendidikan ini tidak ada jaminan, baik yang bekerja di swasta maupun negeri, gaji minim," kata Musni saat berbincang dengan merdeka.com, Jakarta, Jumat (19/8).
 
Musni membandingkan kebijakan negara tetangga Malaysia dengan Indonesia. Di Malaysia, menurut dia, sistem yang dibangun cukup baik dengan memandang warga negara sebagai aset. Warga Malaysia disebar ke negara-negara lain untuk menimba ilmu dan keterampilan. Setelah selesai, mereka dipanggil dan disediakan tempat dan wadah untuk membangun negaranya.
 
"Contoh Malaysia, mereka punya uang, sistem yang mereka bangun, mereka bisa mendapatkan uang, mendapat kesempatan untuk sekolah di luar negeri, setelah kembali disediakan tempat," jelas Musni.
 
Alasan lain, dari segi hukum diakui Musni, negara-negara maju memiliki supremasi hukum yang lebih tinggi dibanding Indonesia. Hal ini membuat tingkat diskriminasi di mata hukum pun minim. 
 
Tak hanya hukum, di sektor politik, para WNI menganggap negara maju lebih memberikan ruang untuk mendapat kedudukan.
 
"Dari segi hukum, jadi ada jaminan bahwa orang tidak bersalah, kemudian didiskriminasi kalau di sini, ngapain pulang. Susah di negara sendiri. Dari politik, tidak ada jaminan untuk dapat kedudukan, yang terhormat," terangnya.
 
Senada dengan Musni, Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo menyebut, faktor kesejahteraan sosial juga menjadi pertimbangan seorang WNI pindah kewarganegaraan.
 
 Menurut dia, kesejahteraan sosial di negara lain sangat timpang ketimbang Indonesia, seorang dosen perguruan tinggi di Brunei Darussalam misalnya. Gaji tenaga pengajar (dosen) di Brunei bisa 10 kali lipat dibanding Indonesia.
 
"Di luar negeri, di Brunei bisa 10 kali lipat. Belum lagi ilmuwan, ahli nuklir, jadi PNS dengan gaji terbatas, dia ditawari sebagai perguruan tinggi gaji yang berlipat, situasi semacam ini realistis untuk bekerja yang tidak hanya penghasilan," ungkap Imam.
 
Belum lagi, lanjut Imam, ada juga kasus di mana ilmu yang dipelajari WNI di luar negeri tidak memiliki ruang dan wadah di Indonesia sehingga mencari pekerjaan di negara lain. 
 
"Di Indonesia tidak ada tempatnya, ilmu yang dipelajari tidak ada tempatnya, kalau ada tempatnya penghargaan sangat rendah. Di sini menjadi makelar tanah, dihargai. Artis tidak memerlukan ketekunan luar biasa, tapi penghasilan lebih tinggi. Seringkali orang lari, maping di bidang apa, agar tidak lari," tutup dia.(Merdeka.com)
 

 

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index