Opini

Pemilihan Gubernur Riau : Bersaing dalam Camera Branding

Pemilihan Gubernur Riau : Bersaing dalam Camera Branding
Mustafa

Riauaktual.com - Pemilihan Gubernur Riau memang baru akan digelar setahun lagi tepatnya di tahun 2018. Namun dalam beberapa bulan terakhir kita mulai menyaksikan di panggung media, baik cetak, elektronik dan media sosial tersaji berita mengenai beberapa tokoh yang sudah mulai menunjukkan minatnya untuk menjadi kontestan pemilihan pemimpin di Bumi Lancang Kuning ini. Ada yang secara terbuka menyatakan minatnya dengan mulai memasang baliho di pinggir jalan, atau membuat statemen di media sosial. Namun ada juga yang masih malu-malu tersenyum ketika ditanya awak media apakah benar dia akan maju pada even politik lima tahunan itu.

Dalam sosialisasi seorang kandidat, seringkali kita melihat bagaimana gagah dan berwibawanya para kandidat di hadapan semua media yang meliputnya. Bahasanya santun, intonasinya datar bahkan sangat lembut, dia tiba-tiba menjadi merakyat, rajin menyapa, rajin bersalam, hormat kepada yang tua, peduli kepada yang muda, salam takzim kepada yang alim. Pokoknya semua tindak tuturnya sangat baik sekali. Tujuan semua tindak tutur itu tentu saja untuk menarik perhatian semua orang agar popularitasnya meningkat dan memberi citra positif bagi dirinya di mata publik. Citra diri inilah yang disebut dengan branding.

Rhenald Kasali dalam bukunya Camera Branding; Cameragenic vs Auragenic (2013) menulis, camera branding adalah sebuah teknik dan peradaban mengangkat keluar sebuah nama dari kerumunan menjadi branded name. A branded name menjadi sebuah kekuatan yang tak kelihatan namun mempunyai daya pengaruh yang lebih kuat dari nama biasa. Selanjutnya prinsip-prinsip branding ada di sana menyangkut rasa suka/tidak suka, daya jual, memaafkan, dan tidak saat tersandung masalah, loyalitas, dan seterusnya. Bila anda menelisik cara artis menampilkan diri, camera branding sangat kasat mata. Tanpa kehadiran kamera selebritas akan berpakaian biasa persis sama dengan yang kita pakai, tanpa make up, rambut palsu, atau pakaian ciri khhasnya dan tentu saja gaya bicara mereka sehari-hari yang bisa membuat anda sulit mengenalinya.

Menurut Rhenald, branding dapat dibagi ke dalam tiga bagian yakni personal branding, product branding, dan corporate branding. Personal branding menyangkut pikiran-pikiran tentang seseorang termasuk politisi yang mencalonkan diri dalam suksesi jabatan publik beserta karya-karya dan perbuatannya.  Di depan kamera tak ada gesture dan content yang jujur kecuali candid/ hidden camera. Bahasa kamera Cinta Laura tidak sama dengan ketika dia tidak di depan kamera, keaktoran para politisi seperti Ruhut Sitompul tidak sama ketika dia di kehidupan nyata, semua tidak geneuine. Sehingga timbul kerinduan terhadap authentics, autentisitas atau sesuatu yang genuine, jujur, prososial atau bahkan alturism atau  sifat mementingkan kepentingan orang lain, dalam arti perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

Jika kita telusuri lebih dalam, tujuan dari branding apakah itu individual, produk, atau corporate pada tahap awal tentulah ingin mencuri perhatian (attention), kemudian mengubah persepsi, aksi, dan berharap ada yang memberikan rekomendasi. Menurut Kenneth E Anderson (1972) perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimui menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Artinya perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain.

Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi (2007) mengidentifikasi faktor yang bisa menjadi penarik perhatian bagi seseorang. Pertama, gerakan. Manusia cenderung menyukai objek yang bergerak. Itulah mengapa daya tarik video lebih menarik dalam mengiklankan produk, atau citra seorang kandidat ketimbang sebuah foto atau teks yang panjang. Pada tempat yang dipenuhi benda-benda mati kita akan tertarik kepada gerakan tikus kecil yang bergerak, atau semut yang berjalan beriringan.

Kedua, intensitas stimuli. Manusia lebih suka memerhatikan stimuli yang menonjol daripada yang lain. Tubuh jangkung di antara orang-orang pendek, warna merah pada latar belakang putih, suara keras di malam hari yang hening, iklan setengah halaman dalam surat kabar atau tawaran pedagang yang paling nyaring di pasar malam, sukar lolos dari perhatian kita.  Ketiga, kebaruan. Manusia cenderung menyukai hal-hal yang baru. Rasa ingin tahu terhadap hal yang baru, kemudian ingin mencobanya. Itulah mengapa iklan yang menjajakan produk baru dan menjawab kebutuhan publik disukai dan produknya diburu karena rasa ingin tahu publik yang melihat dan mendengarnya.

Keempat, perulangan. Hal-hal yang disajikan berkali-kali dengan sedikit variasi akan menarik perhatian. Di sini menurut Jalaluddin unsur familiarity (yang sudah kita kenal) berpadu dengan unsur novelty (yang baru kita kenal). Perulangan ini juga mengandung sugesti; memengaruhi alam bawah sadar kita. Sesuatu yang ditayangkan berulang-ulang akan semakin melekat dalam benak publik yang menonton, atau membacanya. Emil Dofivat (1968) tokoh publisitik Jerman, menyebut bahwa perulangan sebagai salah satu di antara tiga prinsip dalam menaklukkan massa. Tiga prinsip itu adalah; pertama, tema yang disajikan harus disampaikan dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Kedua, gagasan yang sama harus diulang berkali-kali dengan cara penyajian beraneka ragam, dan ketiga, penggunaan emosi secara intensif. Emosi itu antara lain kebencian, rasa belas kasihan, perasaan bersalah dan keinginan menonjol.

Jika diibaratkan panggung politik adalah sebuah drama para kandidat untuk mengiklankan dirinya, maka drama yang baik adalah sesuatu yang natural, tidak dibuat-buat, tidak overacting atau bahkan overpromise. Camera Branding yang baik menurut Rhenald Kasali dibangun di atas dua pondasi yang kuat yakni cameragenic dan auragenic. Cameragenic menyangkut sifat atractiveness subjek di hadapan kamera, sebuah kesan yang ditangkap dari tampilan fisik. Adapun auragenic lebih mengedepankan soal “rasa” yang didapat pemirsa dari sebuah interaksi. Karena televisi atau media sosial sekalipun mendeteksi gerakan, suara, pendapat, dan respon seseorang, maka ia menciptakan interaksi. Dalam interaksi itulah dibentuk rasa. Dan rasa di semua orang tidaklah sama, dan produk rasa dalam proses interaksi tak selamanya ramah, dia bisa memproduksi kesukaan, komentar berupa pujian, sindiran, cacian, bahkan hinaan sekalipun. Orang-orang yang memiliki auragenic biasanya menekan sikap negatif yang ada pada dirinya, seperti merasa diperlakukan tidak adil, menyimpan dendam, tidak terpilih, rasa dikalahkan, iri hati, arogansi. Hal sebaliknya bagi yang tidak memiliki auragenic membiarkan dirinya dikendalikan oleh pikiran negatif sehingga mengesankan kesombongan, kebencian, kehausan untuk menguasai orang lain. Outputnya akan tampak dalam intonasi suara, suara, air muka, gerakan bibir dan lain-lain.

Rhenald Kasali (2013) memperkenalkan sepuluh prinsip untuk membangun camera branding dan auragenic yang baik. Pertama, aunthentic. Authentic berarti suatu yang tidak dibuat-buat, tidak meniru apa yang sudah dilakukan oleh orang lain. Karena sesuatu yang meniru-niru tidak akan bertahan lama atau cepat diketahui oleh orang lain dan itu bisa menimbulkan antipati terhadap pesan yang dipasarkan. Televisi mungkin memberi tempat untuk peniru, tetapi itu tidak akan berlansung lama. Dulu Butet Kertarajasa, Jarwo Kwat, Ucup Kelik dan banyak lagi berhasil melakonkan peran sebagai peniru tokoh semisal Soeharto, Jusuf Kalla dan lain-lain, tetapi lambat laun mereka redup dari tayangan seperti itu karena rating tak pernah ramah kepada para peniru. Orang mungkin terpesona di tahap awal tapi lambat laun akan merasa bosan dan tidak peduli.

Kedua, keunikan. Cari keunikan yang berasal dari diri sendiri atau apa yang dimiliki bukan dari orang lain atau apa yang tidak kita miliki. Keunikan bisa ditemukan dalam content yakni apa yang dimiliki sebagai sesuatu yang sangat dikuasai. Keunikan bisa muncul dari apa yang disukai dan apa yang dikuasai. Seorang manusia pasti punya keunikan yang tidak sama dengan yang lain, semakin keunikan itu digali, semakin banyak hal yang bisa ditonjolkan oleh seseorang.

Ketiga, intangibles. Keunikan diperkaya oleh hal-hal yang bersifat intangibles. Contoh intangibles adalah reputasi, imej, kepercayaan, kepemimpinan. Tokoh publik disukai bukan karena kekuatan fungsionalnya, tetapi kekuatan persepsinya yang membentuk intangibles. Semua itu membentuk rasa disukai. Jadi anda disukai bukan karena fisik yang anda miliki atau jabatan yang anda emban, tetapi karena ada hal lain yang membuat orang menyukai anda. Bangun intangibles secara bertahap dimulai dari bidang keahlian yang menjadi perhatian publik dalam dua atau tiga tahun terakhir.

Keempat, Fokus. Semua harus fokus pada sasaran. Artinya ada cabang keahlian yang benar-benar meyakinkan orang bahwa anda adalah orang yang tepat di bidang yang selama ini mereka cari. Bagi kandidat dia harus punya pengetahuan, atau pengalaman yang bisa dia bagi kepada khalayak tentang apa yang selama ini menjadi fokusnya dan jika dia terpilih apakah fokusnya itu bisa dia terapkan dalam dunia pemerintahan atau tidak.

Kelima, gallery mindset. Karya dan pengadian anda sebaiknya dipajang di ruang yang tepat, tempat di mana banyak orang berkerumun dan menyaksikannnya. Banyak orang hebat di negeri ini, tetapi juga banyak orang yang tidak kenal atau tidak mengetahuinya. Hal ini terjadi karena tidak ada publikasi yang baik. Prinsip galeri adalah prinsip camera branding karena televisi hidup 24 jam sehari semalam dan 7 hari seminggu, maka potensi untuk masuk ke dunia televisi terbuka bagi semua orang.

Keenam, connected. Bukalah jalan-jalan komunikasi dengan audience. Beri layanan yang ditangani sendiri. Dengarkan masukan-masukan mereka. Jadikan pelajaran untuk menyampaikan pesan-pesan penting. Sehingga ketika tampil di televisi atau media yang lain, kandidat sudah paham persoalan, punya data, tidak hanya sekedar bicara dengan perspektif pribadi tapi terhubung dengan keinginan publik yang akan diwakilinya. Ridwan Kamil adalah contoh bagaimana dia bersuara atas nama publik karena senantiasa menjalin interaksi di media sosial, sehingga ketika di depan kamera dia tahu apa yang akan disampaikan, apa keluhan warga menjadi pertimbangan untuk mengambil keputusan. Hasilnya dia dapat nama dalam jagat sosial media dan penampilannya di televisi banyak dipuji.

Ketujuh, meaningfull atau berikanlah makna. Co Partner mendiang Steve Jobs, Guy Kawasaki mengatakan,"Jangan kejar uang, tetapi kejarlah, dan bangunlah meaning." Di dunia banyak orang-orang bodoh yang mengejar uang dan menjanjikan kaya semata-mata karena banyaknya uang. Maknanya jangan hanya berorientasi keuntungan semata, tetapi berbagilah dalam kehidupan sosial sehingga aktivitas anda punya makna di hadapan publik. Meaning dibangun dengan menyisihkan waktu dan pendapatan untuk berbagi atau terlibat dalam kampanye-kampanye yang dibutuhkan masyarakat. Apakah itu isu-isu kesehatan, kesejahteraan sosial, anti korupsi, banjir dan pariwisata. Meaning bukan hanya sekedar aktivitas atau kontribusi melainkan pengaruh apa yang bisa anda berikan dari ketokohan atau keartisan anda yang diberikan oleh kamera.

Kedelapan, Consistently Delivered. Branding pada dasarnya menyangkut sesuatu yang dilakukan secara konsisten. Dalam camera branding konsistensi penting dijaga dari apa yang ditampilkan, diucapkan, dan dijalankan. Bagi kandidat pejabat publik atau pejabat publik sekalpiun harus punya konsistensi antara janji atau ucapan dengan tindakannya. Karena era kamera akan merekam semua hal yang pernah diucapkan dan akan memutar ulang untuk meminta tanggapan ketika ada kejadian yang berkaitan dengan kandidat apakah itu keluarga, kolega, atau bahkan teman separtai, atau orang-orang yang mendukungnya. Tanggapan yang berbeda dengan ucapan terdahulu maka akan menimbulkan pemahaman di mata publik bahwa pejabat atau kandidat orang yang tidak konsisten atau tidak bisa dipercaya karena sikapnya berubah-ubah.

Kesembilan, Beri Flavor atau daya tarik. Flavor dibangun dengan kemampuan personal yang memukau di depan kamera, mampu melakukan manuver dialog, tanpa menimbulkan kesan arogansi. Brand seseorang dibangun dengan kredibilitas, bukan sekedar tampil dan seberapa sering anda tampil di televisi, tapi seberapa menarik anda dan yang anda tampilkan.

Kesepuluh, sustainable atau berkelanjutan. Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa pengulangan merupakan hal penting dalam upaya meraih perhatian. Maka suistanable artinya tidak mengenal masa istirahat untuk senantiasa berkreasi dengan karya atau terobosan baru sehingga orang selalu penasaran dan memperhatikan.

Dalam rangka mencari sosok yang genuine itu maka patut kiranya kita bersama-sama memperhatikan dengan seksama sebelum memutuskan mana yang baik untuk dipilih. Menjadi Gubernur Riau atau kepala daerah tentu hak semua orang yang memenuhi syarat untuk ikut sebagaimana tertuang dalam undang-undang atau peraturan Komisi Pemilihan Umum. Sebagai rakyat kita tentu patut awas dan wajib kiranya untuk mengetahui segala macam rekam jejak dan program yang akan mereka tawarkan dalam arena kampanye nantinya. Kita patut dan berhak untuk tahu informasi mengenai kandidat secara utuh, agar kita tak lagi dikibuli dengan janji-janji yang kadang tidak ditepati, agar kita sebagai rakyat bukan hanya menjadi objek ketika kampanye, tetapi juga menjadi subjek dan objek dalam pembangunan yang akan dilakukannya kelak. Cameragenic dan auragenic menyadarkan kita untuk mencari sosok yang benar-benar tangguh tidak hanya di depan kamera tetapi juga memberi jalan untuk mengetahui lebih dalam bahwa seorang aktor politik di televisi bersungguh-sungguh, tidak meniru, meaningful, punya flavor, punya fokus dan sustain dengan apa yang selama ini dijalaninya.

 
Penulis: Mustafa, Dosen Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suska. Yang Saat ini juga masih aktif  di Koran Harian Rakyat Riau (Riauaktual.com)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index