Saksi Korupsi Proyek Jembatan Pedamaran II Rohil, Akui Pernah Ditawari Rp50 Juta dari Terdakwa Kasri

Saksi Korupsi Proyek Jembatan Pedamaran II Rohil, Akui Pernah Ditawari Rp50 Juta dari Terdakwa Kasri
ilustrasi

Riauaktual.com - Budi Mulia, salah seorang saksi sidang kasus dugaan korupsi proyek Jembatan Pedamaran II di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), mengaku pernah ditawari uang Rp50 juta oleh terdakwa Ibus Kasri, mantan Kadis Pekerjaan Umum (PU).

Pernyataan Budi itu disampaikannya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Kamazaro Waruwu SH, Senin (24/7/17) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru."Saya pernah ditawari uang Rp50 juta sama Pak Ibus," kata Budi.

Diceritakan Budi, saat itu dia menjabat sebagai Ketua Peneliti Proyek di Dinas PU Rohil. Uang itu katanya, merupakan titipan dari PT Waskita Karya, selaku kontraktor pelaksana proyek dan diduga untuk memuluskan proyek pembangunan jembatan tersebut.

"Itu ada uang Rp50 juta dari Waskita, kata Pak Ibus kepada saya," jelas Budi.

Lalu hakim menanyakan apakah saksi menerima uang tersebut dari Ibus."Tidak pak hakim,"ujarnya.

Budi mengatakan, uang itu tidak pernah diberikan oleh Ibus kepadanya. Menurutnya, uang itu telah dipakai oleh Ibus untuk kepentingan pribadinya.

"Uangnya tidak pernah saya terima. Sudah dipakai sama Pak Ibus," paparnya.

JPU Afriliana Purba SH dan Eka Safitra SH dalam dakwaan menyebutkan, jika mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Rohil, Ibus Kasri dan Minton Bangun, konsultan pengawas dari PT Lapi Ganesatama didakwa jaksa bukan memperkaya diri sendiri tapi melainkan memperkaya koorporasi, PT Waskita Karya.

Pengerjaan Jembatan Pedamaran II dilakukan bersamaan dengan Pedamaran I. Keduanya dibangun dengan anggaran APBD Tahun 2008 hingga 2010.

Penyimpangan terjadi karena adanya pelaksanaan pembayaran termin dua pada 2009 yang tidak sesuai ketentuan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yakni Ibus Kasri. Dalam proyek itu tidak ada item pekerjaan 77 item tiang pancang tapi tetap dibayarkan.

Akibat tindakan itu, negara mengalami kerugian sebesar Rp9,2 miliar. Nilai itu diperoleh dari pembayaran yang tidak semestinya dibayarkan. Dana itu sudah dikembalikan dan disimpan di rekening penampungan milik Kejaksaan Tinggi Riau.

Akibat perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 3 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1. (nor)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index