Ekonomi Indonesia Tak Boleh Bergantung pada Moneter

Ekonomi Indonesia Tak Boleh Bergantung pada Moneter
Mantan Presiden Bank Sentral Eropa Jean-Claude Trichet
JAKARTA (RA) – Mantan Presiden Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) Jean-Claude Trichet berpendapat, perekonomian Indonesia tidak boleh bergantung pada sektor moneter, tapi harus lebih bertumpu pada sektor riil melalui penguatan sektor industri. Strategi seperti ini dinilai akan membuat nilai tukar rupiah menjadi kuat dan tidak mudah tertekan saat kondisi ekonomi dalam ketidakpastian.
 
“Yang paling penting adalah membenahi struktur ekonomi, karena itulah yang akan memperkuat currency (mata uang). Sektor riillah yang akan menghasilkan devisa melalui aktivitas ekspor,” papar dia menjawab pertayaan Investor Daily dalam diskusi terbatas usai tampil sebagai pembicara pada seminar dengan tema “Challenges to Global Economy” di Jakarta, Kamis (22/9).
 
Seminar ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan ulang tahun ke-11 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pada acara seminar tersebut tampi juga sebagai pembicara kunci (keynote speaker) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
 
Melalui pembenahan struktur ekonomi tersebut, Trichet menjelaskan, maka ekonomi Indonesia bisa tumbuh secara berkualitas dan berkelanjutan. Selanjutnya, pertumbuhan itu juga bisa menciptakan lapangan kerja dan menjaga daya beli masyarakat sehingga ekonomi bisa terus bergulir. “Inflasi tetap boleh, tapi jangan terlalu tinggi,” ujar dia.
 
Struktur ekonomi yang baik, lanjut Trichet, juga akan menciptakan industri yang mampu menghasilkan produk-produk bekualitas sehingga mampu bersaing di pasar ekspor. “Kekuatan ekpor ini yang akan membuat devisa Indonesia tidak bermasalah,” tandas Trichet yang menjabat sebagai presiden ECB selama dua periode dari 2003 hingga 2011.
 
Ia memberi contoh Tiongkok sebagai negara yang telah berhasil memperbaiki struktur ekonomominya, sehingga selama bertahun-tahun ekonomi Negeri Tirai Bambu itu mampu tumbuh double digits. Bahkan, saat perekonomian dunia melambat, Tiongkok masih mampu membukukan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,5%.
 
“Karena itu, ekonomi Tiongkok mampu menghasilkan valuta asing (valas) yang besar,” kata Trichet. Sebagai informasi, cadangan devisa dalam valas yang dimiliki Tiongkok per Juli 2016 mencapai sekitar US$ 3,2 triliun dan merupakan yang terbesar di dunia. Sementara itu, ia menyebutkan, negara-negara di Eropa yang telah lama memiliki industri yang kuat, saat ini lebih mengandalkan ekonominya pada sektor jasa (services).
 
Pada kesempatan itu Trichet juga mengingatkan, dalam mengelola ekonomi sebuah negara, pemerintah tidak boleh melakukannya secara textbook dan terjebak pada teori-teori tertentu. Oleh karena itu, pengelolaan ekonomi membutuhkan kreativitas.
 
“Kreativitas dibutuhkan dengan disesuaikan pada kondisi-kondisi tertentu. Tidak ada obat generik untuk perekonomian. Karenanya ekonomi harus dikelola sesuai dengan kondisi. Demikian juga dengan currency. Tidak boleh dipatok. Exchange rate harus dikelola,” tutur Trichet.
 
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mangaku dirinya mengapresiasi pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh Trichet. Sejalan dengan pandangan Trichet itu, menurut dia, Indonesia sering menghadapi masalah nilai tukar karena struktur ekonomi Indonesia masih lemah.
 
“Kita sering menghadapi masalah currency karena masalah industri. Infrastruktur kita tidak mendukung. Saya juga setuju dengan Mr Trichet soal bagaimana mengelola ekonomi. Ini pelajaran yang menarik,” ujar Halim yang juga mantan deputi gubernur Bank Indonesia itu.
 
Sedangkan Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan berpandangan bahwa Jean-Claude Trichet merupakan sosok yang memiliki kemampuan kepemimpinan (leadership) yang kuat. Selain berhasil terpilih sebagai sebagai presiden ECB untuk dua periode, itu dibuktikan saat Trichet memimpin bank sentral tersebut pada saat ekonomi dunia dalam tekanan krisis yang berawal dari krisi keuangan di Amerika Serikat pada 2008.
 
Dalam menjalankan tugasnya, Trichet tidak hanya harus mampu meyakinkan parlemen negara asalnya, Prancis, tapi juga harus meyakinkan 27 negara lain termasuk Inggris Raya, saat negara itu belum menyatakan diri keluar dari Uni Eropa. “Trichet pun harus melakukan deal-deal dengan gubernur bank sentral AS, Federal Reserve,” kata Fauzi.
 
Tumbuh 1,6%
Terkait dengan perekonmian Eropa, Trichet memperkirakan, tahun depan bisa tumbuh 1,6% per tahun, sedangkan dalam empat hingga lima tahun ke depan rata-rata bisa tumbuh 1,8%.
 
Sebelumnya dilaporkan, pada kuartal II-2016, produk domestik bruto (PDB) Eropa meningkat 0,3% dibanding kuartal sebelumnya dan menguat 1,6% dari periode yang sama tahun lalu. Ini disokong oleh lonjakan ekspor di zona euro yang hingga 1,15%, terbesar sejak kuartal II-2015. (beritasatu.com)
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index