Riauaktual.com - Penyebutan wabah jamur hitam di India, yang belakangan diikuti juga dengan jamur putih dan jamur kuning, ternyata salah kaprah. Dokter paru menjelaskan bahwa penamaan penyakit tersebut tidak sesuai standar.
Salah kaprah penamaan 'jamur hitam' tersebut berpotensi memunculkan kebingungan, karena dalam keseharian banyak sekali spesies jamur berwarna hitam maupun putih. Samakah jamur-jamur tersebut dengan jamur enoki atau shitake yang sering dikonsumsi?
"Kelihatannya istilah jamur kuning, hitam, dan putih itu dikaitkan dengan warna cairan tubuh yang keluar dari rongga sinus pasien yang mengalami mucormycosis," kata Dr dr Anna Rozaliyani, MBiomed, SpP(K) dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
"Sebetulnya penyebutan penyakit jamur itu ada nama standar dan biasanya berdasarkan nama Latin jamur penyebabnya," jelas dr Anna dalam konferensi pers, Kamis (4/6/2021) kemarin sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Dicontohkan, jamur Aspergillus menyebabkan penyakit aspergilosis, sedangkan jamur Candida menyebabkan penyakit candidiasis. Penyakit 'jamur hitam' atau black fungus, menurut dr Anna, selama ini dikaitkan dengan penyakit mukormikosis (mucormycosis) yang disebabkan oleh infeksi jamur Mucormycetes.
Penamaan jamur hitam atau black fungus tidak tepat karena Mucormycetes tidak termasuk dalam kelompok jamur hitam atau Damatiaceae. Diperkirakan, penyakitnya disebut 'black fungus' karena menyebabkan kelainan jaringan berwarna kehitaman (black eschar).
Pernah ada di Indonesia
Sejak mewabah di India, mukormikosis atau 'jamur hitam' juga memunculkan kekhawatiran. Mungkinkah infeksi serupa mewabah di Indonesia?
"Sebetulnya di Indonesia juga pernah ada laporan kasus, tetapi memang kita temukan sebelum pandemi COVID-19. Jumlahnya tidak banyak mungkin setahun itu tidak sampai 50," kata dr Anna.
Selama pandemi COVID-19, belum ditemukan kasus infeksi mukormikosis yang terkonfirmasi. Salah satu penyebabnya adalah terbatasnya laboratorium yang bisa mengidentifikasi penyakit tersebut.
Menurut dr Anna, infeksi ini terbilang fatal dengan tingkat kematian tinggi. Risiko kesakitan yang ditimbulkannya pun disebutnya cukup signifikan.
"Sekali kena penyakit ini, biasanya kalau terlambat, pasien sudah tidak tertolong," katanya.