Eksploitasi Anak, Bagaimana Cara Menghapusnya?

Eksploitasi Anak, Bagaimana Cara Menghapusnya?
ilustrasi

RAGAM (RA) - PEMANDANGAN yang tak asing melihat anak-anak di pinggiran jalan kota-kota besar menjadi pengemis. Maraknya praktik eksploitasi anak dengan menjadikannya sebagai “mesin pencetak uang” dinilai sebagai dosa pemerintah. Sosiolog, Musni Umar menyatakan, “Salah satu masalah besar yang masih dihadapi bangsa Indonesia ialah kemiskinan. Orang-orang miskin melihat peluang bahwa menjadi pengemis merupakan sarana untuk mendapatkan uang secara mudah.”

Maraknya anak-anak yang mengemis, kemiskinan yang kian parah merupakan bukti kegagalan sistem kapitalisme. Disaat sebagian yang lain berfoya-foya menghamburkan uang, bergaya hidup hedonis, banyak orang justru mengemis di jalanan. Rantai kemiskinan dan kebodohan telah membuat masyarakat ingin mendapat uang dengan cara mudah dan cepat, sampai menghalalkan berbagai cara, termasuk mengeksploitasi anak-anak. Masyarakat tidak mendapatkan pengayoman yang seharusnya sehingga pendidikan dan kesejahteraan menjadi impian belaka, khususnya bagi mereka yang miskin.

Padahal, di sisi lain, Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa. Mulai dari tambang minyak, emas dan hasil bumi lainnya. Jika saja semuanya itu dikelola oleh pemerintah dan hasilnya dikembalikan untuk masyarakat, maka bukan tidak mungkin masyarakat bisa terjamin pendidikan dan kesejahteraannya. Hanya saja, saat ini aturan sistem kapitalisme yang berlaku justru meminimalisir peran pemerintah dalam pengurusan rakyat. SDA yang ada diserahkan kepada asing, dengan imbalan pajak yang tak seberapa.

Jika dibandingkan dengan sistem Islam, SDA yang ada di Indonesia harus dikelola oleh negara karena SDA tersebut merupakan milik rakyat. Sebagaimana sabda Rasul : “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api,” (HR. Abu Dawud).

Hal ini dilakukan untuk melindungi hak-hak rakyat, menjaga stabilitas masyarakat, dan menjamin ketenangan masyarakat. termasuk ketenangan dalam hal mendapat pendidikan yang berkualitas, kehidupan yang sejahtera dalam artian terpenuhinya semua kebutuhan pokok dan dasar.

Islam hadir untuk mengangkat harkat, derajat, serta martabat manusia yang luhur. Bukan justru merendahkan seperti sistem kapitalisme saat ini. Sayangnya Islam seperti ini hanya bisa dirasakan jika diterapkan sebagai sistem kehidupan. Sebagaimana pernah diterapkan selama 13 abad lamanya dan terbukti kegemilangannya.

Wallahu’alam bish shawab. (islampos)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index