BI: Ekonomi Riau Triwulan III Mengalami Tekanan

BI: Ekonomi Riau Triwulan III Mengalami Tekanan
Bank Indonesia

RIAU (RA)- Bank Indonesia Wilayah Riau memprediksi perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III-2013, masih akan mengalami tekanan sejalan dengan masih lemahnya kinerja sektor migas.  Secara triwulanan (periode Juli-September), rata-rata lifting minyak bumi dari Riau tercatat sebesar 317,85 ribu barel/hari atau terkontraksi sebesar 6,96 persen (year on year/yoy).

"Total kumulatif lifting minyak bumi periode Juli hingga September mencapai 97,48 juta barel atau sekitar 84,06 persen dari prognosa tahun 2013 yang mencapai 115,96 juta barel. Namun demikian, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau masih tetap kuat,'' ungkap Kepala BI Perwakilan Riau, Mahdi Muhammad, Juma't (4/10/2013).

Mahdi juga berucap, faktor pendorong relatif kuatnya perekonomian tanpa migas tidak terlepas dari relatif mulai membaiknya harga komoditas CPO dunia dibandingkan dengan triwulan II-2013.

Sejalan dengan kondisi tersebut, perekonomian nasional pada triwulan III-2013 juga diperkirakan masih akan mengalami tekanan. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya permintaan konsumsi rumah tangga dan investasi (khususnya investasi non-bangunan), meski ekspor akan tumbuh relatif stabil.

"Perkembangan inflasi Riau pada triwulan III-2013 masih sejalan dengan prakiraan sebelumnya. Secara bulanan, inflasi Riau tercatat sebesar 0,25 persen (month to month), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,77 persen (mtm). Dengan kondisi tersebut, inflasi Riau tercatat sebesar 7,74 persen (yoy). Menurunnya tekanan inflasi Riau pada bulan September 2013 (mtm) didorong oleh deflasi pada kelompok bahan makanan (volatile foods) sejalan dengan menurunnya harga komoditas hortikultura khususnya cabe merah dan bawang merah," jelasnya lebih lanjut.

Hal ini juga tidak terlepas dari telah meredanya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi yang mencapai puncaknya pada bulan Agustus 2013. Di sisi lain, sumber tekanan inflasi bulan September 2013 utamanya berasal dari kenaikan inflasi inti khususnya makanan jadi, emas perhiasan dan biaya pendidikan.

Sejalan dengan tren inflasi regional, tekanan inflasi secara nasional juga mereda dan mencatat deflasi 0,35 persen (mtm) atau 8,40 persen (yoy) pada September 2013. Deflasi tersebut lebih besar dari perkiraan Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia, dan jauh lebih rendah dari perkiraan inflasi oleh banyak Analis. Pasokan yang melimpah karena panen beberapa komoditas hortikultura, terutama bawang merah dan cabai, menyebabkan koreksi harga pangan tercatat cukup dalam. Selain itu, mulai turunnya harga daging sapi juga mendorong deflasi lebih lanjut sehingga kelompok volatile food mencatat deflasi 3,38 persen (mtm).

"Meredanya tekanan inflasi bulanan juga terjadi pada kelompok inti dan administered prices, masing-masing mencapai 0,57 persen (mtm) dan 0,34 persen (mtm), seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM dan koreksi harga paska Lebaran. Terkendalinya harga-harga tersebut sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia bahwa inflasi akan rendah dan kembali ke pola normal mulai September dan bulan-bulan ke depan," tutup Mahdi.(Ver)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index