Meredupnya Pijar Batu Akik

Meredupnya Pijar Batu Akik
Batu Akik

RAGAM (RA) - Pada pertengahan tahun 2015 lalu, demam batu akik menyebar ke seantero Negeri (Indonesia), dari Sabang hingga Merauke, dari Rote hingga Talaud.

Tren batu akik juga melanda semua kalangan, mulai dari pria, wanita, tua, muda bahkan anak-anak jadi pengoleksi atau pengrajin batu mulia.

“Booming”  batu akik belakangan memang sempat diyakini akan bertahan lama dengan pergeseran tren berbagai jenis batuan mulia. Hal ini pernah disampaikan oleh seorang pakar batu mulia, Agus Rahardjo.

“Prinsip awal, perlu saya sampaikan bahwa 'booming' batu mulia ini akan bertahan lama. Bahkan, mungkin (tren batu mulia, red.) bisa sampai sepanjang masa," kata Pakar batu mulia, Agus Rahardjo, yang dikutip sejumlah media pada Selasa (14/04/2015) lalu.

Alasannya, karena eksplorasi batu-batuan mulia ini selalu berpindah-pindah tempat karena ketersediaan bahan. Makanya, ada batuan yang semakin lama semakin langka.

Viral batu akik pun memikat sejumlah orang dari beragam profesi untuk alih pekerjaan. Berikut adalah sejumlah orang yang alih profesi menjadi perajin batu akik yang Rimanews kumpulkan dari pemberitaan berbagai media.

Seorang Kontraktor

Seorang sarjana Hukum yang juga sebagai kontraktor pembangunan proyek fisik di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Awang Irwandi beralih profesi menjadi perajin batu akik. Menurut dia, alih profesi itu dilakukan karena tingginya minat masyarakat terhadap batu akik.

“Kalau gosok batu akik penghasilannya lebih pasti ketimbang memburu proyek yang pembayarannya tidak jelas. Dalam satu hari mulai pagi hingga sore, saya bisa memotong dan menghaluskan antara 10 hingga 12 batu akik,” katanya di Samarinda, pada Senin (11/5/2015).

Jurnalis

Berawal perkenalan seorang dosen Universitas Negeri Padang (UNP) yang meneliti batu-batuan di Sumatera Barat, membuat Wan Teha (45) membanting profesinya dari seorang pekerja paruh waktu di sebuah stasiun TV swasta menjadi perajin batu akik.

“Pada 2012, kesukaan saya terhadap batu akik muncul. Kemudian semakin menjadi-jadi saat saya dikenalkan Pak Syafwan, seorang dosen UNP yang meneliti tentang batu-batuan di Sumatera Barat, termasuk batu akik,” katanya di lokasi usahanya, Gor Agus Salim Padang, Jumat (6/2/2015).

Menurutnya, di Sumatera Barat terdapat banyak ragam batu akik dan memiliki sejumlah makna. Kalau era 2000 ke bawah, tutur dia, pemakai batu akik kalangan remaja ke atas.

“Dulu itu sarat dengan mistis dan lambat laun berkurang, kemudian saat ini sudah memudar, batu akik menjadi gaya hidup,” tuturnya.

Pengusaha Warnet

Termasuk dua sahabat di Kota Probolinggo ini, yang sebelumnya sebagai pengusaha warnet kini beralih menjadi pengrajin batu akik. Sejak lima bulan ini, rumah Fajar Sukmapala, Warga Kelurahan Kebonsari Kulon, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo, disulap menjadi sentra pengrajin batu akik. Bersama Fery Bogal sahabatnya, dia beralih profesi menjadi pengrajin batu akik dari sebelumnya sebagai pengusaha warnet dan perbaikan komputer.

Mereka menilai profesi baru ini lebih menjanjikan. Selain tidak perlu modal banyak, jadi pengrajin akik lebih cepat memperoleh pendapatan. Modal awal diperoleh dengan menjual semua perangkat warnetnya untuk dibelikan mesin pemotong dan penghalus batu. Mereka kemudian menjajal peruntungan sebagai pengrajin batu akik pemula.

Petani

Sejak ditemukannya batu berukuran raksasa yang diduga batu giok sepekan lalu, sebagian besar warga di empat desa di Kecamatan Airhangat Timur, Jambi, meninggalkan pekerjaan mereka sebagai petani dan beralih menjadi pengolah batu akik.

Empat desa itu adalah Desa Sungai Tutung, Baru Sungai Tungai, Simpang Sungai Tutung, dan Desa Tamian Jernih. . Mereka banyak mendapat pesanan pembuatan batu akik dan batu hias jenis batu tawon, teratai dan batu chalcedony.

“Saya melihat ada fenomena baru. Sejak ditemukannya batu berukuran sekitar 20 meter persegi dengan ketinggian lima meter, ditaksir memiliki berat lebih dari 100 ton, sepekan lalu, banyak warga di empat desa ini meninggalkan pekerjaannya sebagai petani, ramai-ramai menjadi pencari batu akik," kata Andri Sesva, 45 tahun, seorang warga Kerinci, pada Selasa, 10 Maret 2015.

Bahkan petani Nganjuk, Jawa timur, hampir seluruh masarakat Desa Sambikerep, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk yang awalnya petani beralih profesi menjadi pengarjin batu hias.

Salah satunya adalah Nyaman (42) warga setempat. Ia mengaku, tiga bulan terakhir dia merasa kewalahan menyediakan batu hias.

Menjadi penambang nilai jual bahan batu batu hias mentah tidak seberapa dibandingkan jika batu telah diolah menjadi batu hias. Jika dari tangan penambang harga batu tersebut sebesar Rp 20 ribu per kilogramnya, namun setelah diolah menjadi batu hias harganya bisa mencapai Rp10 juta per buah.

“Keinginan saya bisa membuka wawasan kepada masyarakat, bahwa mengolah batu khas daerah menjadi batu hias adalah upaya melestarikan kekayaan daerah. Jangan sampai milik kita sendiri dieksploitasi ke luar Negeri, bahkan dijarah. Bahan baku batu hiasa teratai, taron dan batu khas lain mulai sulit dicari," kata Naman, pengrajin asal Kabupaten Nganjuk, Senin (09/3/2015).

Tukang Las

Demam batu juga menepi Ibukota Provinsi Banten, Kota Serang. Seperti halnya di Pasar Induk Kota Serang (PIR) Kota Serang di Lantai 1. Yang biasa suasananya sepi, kini diramaikan oleh sedikitnya 50 pengrajin batu.

Salah satu Pengrajin batu akik, warga Kebanyakan, Kelurahan Kaligandu, Kecamatan/Kota Serang, Uceng (25 tahun). Dia mengaku, semula bekerja sebagai tukang las, sejak Kota Serang dilanda batu akik banting setir menjadi pengrajin batu akik.

“Sejak Januari tahun ini (2015,red) saya profesinya ngerjain batu akik. Tadinya sih ngelas,” kata Uceng dilokasi, Sabtu 28 Maret 2015.

Tukang Ojek

Tak terkecuali bagi Hilman & Zuliami, warga jalan simpang 4 Tanah Mas Kelurahan Tanah Mas, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan ini. Keduanya banting stir dari tukang ojek menjadi pengrajin batu cincin.

Pilihan keduanya tak sia-sia alias tidak meleset, pasalnya, dalam sehari keduanya berhasil meraup keuntungan dari para “penggila batu akik” sebesar Rp500.000,-. Sunguh pendapatan yang lumayan ketimbang menjual jasa ojek untuk saat ini.

“Saya memilih menjadi pengrajin batu akik karena melihat antusias pengemar batu akik ditengah masyarakat dilingkungan saya semakin hari semakin tinggi,” ungkap Hilman salah satunya, Minggu (26/01/2015) di pinggir Simpang 4 Tanah Mas tempat dirinya menjajakan batu akik sekaligus menyediakan jasa asah.

Begitulah sekelumit kisah geliat batu akik yang sempat melanda saentro negeri dan membuat sebagian kalangan beralih profesi.

Batu Akik Jadi Penunjang Ekspor Nasional

Pada awal tahun lalu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, data ekspor nasional mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Salah satu penunjangnya adalah ekspor batu akik. Kini, tren ekspor telah beralih. Dari industri utama ke sektor industri padat karya seperti alas kaki, perhiasan, hingga batu akik.

“Bahkan bisa mengejutkan pertumbuhan ekspor barangkali industri utama alas kaki, yah masih bisa, tapi di daftar berikutnya ditemukan yang namanya perhiasan, itu batu akik itu, ada industri alat angkutan motor sebagian mobil,” kata dia, di Hotel Borobudur, Rabu (27/1/2016).

Namun, bagai mana sinar batu akik saat ini?

Pusat Penjualan Batu Akik Tumbang

Batu akik yang dulu booming, kini tak lagi terdengar gaungnya. Seperti yang terjadi di pusat penjualan batu akik, Jatingara Gems Centre (JGC) yang saat ini terlihat lengang.

Pasar yang dulunya disebut-sebut sebagai pusat penjualan batu akik terbesar di Asia Tenggara ini, saat ini kondisinya cukup sepi. Padahal, saat masih booming, Rawa Bening selalu disesaki para pemburu batu akik. Pedagang batu akik bahkan meluber di trotoar sepanjang jalan di dekat Stasiun Jatinegara ini selalu disesaki pemburu batu akik.

Bahkan, para penjual batu akik sudah memangkas harga hingga 50% namun tetap saja tak bisa mendongkrak penjualan batu akik.

“Sudah harga diturunkan masih saja. Padahal harga sudah turun 50% lebih dari tahun lalu, itu saja masih ditawar lagi. Contohnya saja batu Kalimaya, sekarang Rp 500 ribu, dulunya Rp 1,5 juta. Masih numpuk barang," kata salah satu pedagang batu akik di Jati Bening, Minggu (25/9/2016).

Diungkapkannya, tahun lalu dirinya paling tidak bisa mengantongi keuntungan bersih Rp 1,5 juta dalam sehari. Saat ini, pendapatannya merosot drastis.

Tak hanya di Jakarta, salah satu sentra perdagangan batu akik di Jalan Raya Bekasi Timur, kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, mulai sepi pengunjung dan pembeli. Sebelumnya pada saat batu akik naik daun, kawasan ini selalu ramai pembeli dan pedagang. Menurut salah satu warga di lokasi tersebut, Muhamad Ilham, bahwa sejumlah pedagang batu akik sudah beralih profesi. Rata-rata mereka tak mau lagi menjual batu akik.

“Pedagang yang jual batu akik di tempat ini sudah hijrah, entah kemana. Banyak lapak batu akik sudah ditutup, " ujar Ilham, saat ditemui merahputih. com di kawasan Jatinegera, Jakarta Timur, Jumat, (11/9).

Demikian di Bengkulu, sejak beberapa pekan terakhir, pengrajin dan kolektor batu akik di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, khususnya saat ini mulai meredup atau tiarap.

Akibatnya, masyarakat Bengkulu yang dulunya sebagai pengrajin batu akik beralih profesi menjadi pedagang.

“Sebagian pengrajin batu akik di Kota Bengkulu sudah mulai sepi dan sebagian sudah menutup jasa pengasahan batu. Itu dikarenakaan warga sudah sangat jarang untuk mengasah batu akik,” kata salah seorang kolektor batu akik di Kota Bengkulu, Andi Wales, Jumat (18/9/2015).

Ia mengatakan, meredupnya musim batu akik di Bengkulu, diduga dipengaruhi banyak hal. Mulai dari pemenuhan kebutuhan masyarakat yang mulai meningkat, seperti harga bahan pokok yang mahal, biaya sekolah anak, serta pengaruh lainnya.

Mungkinkah Batu Akik Kembali Booming?

Peluang kembali moncernya pesona bat akik masih terbuka. Mungkin orang-orang kini hanya merasa bosan saja dan ingin beristirahat sejenak dengan batu-batu tersebut.

Meskipun saat ini pamor akik sedang menurun, penggemar yang bukan musiman dipastikan masih akan terus berjibaku dengan batu-batu mulia tersebut.

Jadi, sepertinya tidak buruk juga untuk mulai berburu batu-batu berkualitas di saat-saat seperti ini. Siapa tahu suatu saat bakal pecah lagi dan kamu bisa menjualnya dengan harga yang jauh lebih tinggi, sambil berharap fenomena segera reborn seperti Warkop DKI. (rimanews)
 

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index