Menguak Fakta di Balik Perkasanya Rupiah Tinggalkan Level Rp 13.000

Menguak Fakta di Balik Perkasanya Rupiah Tinggalkan Level Rp 13.000
ilustrasi
EKONOMI (RA) - Pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) pada akhir bulan ini cukup mengejutkan. Rupiah menguat tajam meninggalkan level Rp 13.000 per USD. Penguatan mulai terjadi dari Selasa (27/9) lalu. Saat itu, Rupiah perkasa menyentuh Rp 12.950 per USD.
 
Mengutip data Bloomberg, sepanjang September 2016, Rupiah berada di atas level Rp 13.000 per USD. Awal September atau tepatnya tanggal 2, Rupiah berada di Rp 13.269 per USD, dan kemudian terus menguat hingga titik terendahnya di 8 September pada level Rp 13.063 per USD.
 
Setelah itu, Rupiah kembali melemah hingga menyentuh puncaknya di Rp 13.236 per USD yaitu tanggal 12 September. Namun, semenjak itu, Rupiah terus menguat hingga saat ini berada di level Rp 12.900-an per USD.
 
Tak hanya itu, pada Agustus lalu, BPS mencatat Rupiah juga terdepresiasi 1 persen terhadap USD. Level terendah rata-rata nasional kurs tengah eceran rupiah terhadap USD terjadi pada minggu kelima Agustus 2016 yang mencapai Rp 13.237 per USD. Sedangkan menurut provinsi, level terendah kurs tengah terjadi di Provinsi Kalimantan Utara yang mencapai Rp 13.368 per USD pada minggu keempat Agustus 2016.
 
Meski demikian, saat ini Rupiah sudah menguat. Perdagangan kemarin, Rupiah ditutup di dlevel RP 12.957 per USD. Rupiah sempat menyentuh level terendahnya di Rp 12.919 per USD dan level tertingginya di Rp 12.957 per USD.
 
Lalu, apa faktor pendorong buat Rupiah menguat?
 
Direktur Eksekutif Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan, salah satu faktor atau sentimen positif pergerakan Rupiah adalah banyaknya dana asing masuk ke Indonesia. Dana ini masuk melalui Tax Amnesty maupun investasi.
 
"Ada capital inflow (aliran dana masuk) salah satunya dari Tax Amnesty dan angka Foreign Direct Investment juga naik," ucap Enny saat dihubungi merdeka.com di Jakarta, Selasa (27/9).
 
Menurut Enny, jumlah valuta asing dalam negeri saat ini meningkat sehingga Rupiah menguat karena tingginya suplai. "Rupiah itu kan demand dan suplai juga."
 
Uang Rupiah 2015 merdeka.com/arie basuki
Enny berharap, pemerintah bisa menjaga momentum penguatan Rupiah dengan menahan dana yang masuk ke dalam negeri. Jangan sampai dana tersebut kabur dan membuat nilai tukar Rupiah kembali melemah.
 
"Ini momentum penguatan, pemerintah harus menjaga ini agar penguatan tadi tidak sementara. Pemerintah harus menjaga agar dana yang masuk tadi jangan spekulatif atau gampang keluar," tutupnya.
 
Jusuf Kalla dan Sri Mulyani juga ikut komentar terhadap penguatan Rupiah ini.
 
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menilai penguatan mata uang Garuda tersebut disinyalir dampak positif dari program Tax Amnesty atau amnesti pajak.
 
"Pada dewasa ini tentu karena melihat potensi-potensi Tax Amnesty, karena cukup baik maka Rupiah menguat," ucap Wapres JK di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (28/9).
 
Menurutnya, program amnesti pajak juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang kian membaik. Penguatan nilai tukar Rupiah ini menjadi salah satu indikatornya.
 
"Ya Rupiah itu turun naik kepada Dolar, tergantung. Bisa Rupiah kuat bisa Dolar melemah. Karena itu, kan ekonomi kita artinya stabil karena itu," ungkapnya.
 
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penguatan nilai tukar Rupiah terhadap USD memberi dampak negatif dan positif terhadap Indonesia. Dari sisi APBN, pergerakan Rupiah sampai akhir tahun tentu mempengaruhi penghitungan dari penerimaan negara, terutama dari ekspor maupun sumber daya alam.
 
"Tapi tentu ini ada nilai positifnya, dari sisi inflasi menjadi lebih stabil karena importir in place-nya menjadi sangat rendah. Rakyat secara keseluruhan menikmati keuntungan dari penguatan Rupiah walaupun dari sisi APBN tentu akan ada implikasinya dari sisi penerimaan," kata Sri Mulyani di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (27/9).
 
Di sisi lain, kepastian dari sisi suku bunga dari The Fed yang akan dinaikkan ke depan dengan kondisi ekonomi Amerika yang datanya cukup baik. "Itu setidaknya memberikan lagi space sehingga kita memiliki keuntungan dari sisi kepercayaan atau confidance yang meningkat terhadap situasi perekonomian Indonesia," katanya.
 
"Ini terlihat dari sisi arus capital yang masuk ke dalam negeri, ditambah dengan Tax Amnesty maka jumlah itu menjadi relatif sangat kuat dibandingkan pola yang sama pada tahun lalu, yang bisa menjelaskan kenapa dari sisi mata uang Rupiah kita mengalami penguatan," lanjutnya.
 
Jika dikompensasikan dengan capital flow yang masuk, karena sekarang ini ada beberapa hal yaitu bisa masuk dalam jangka pendek, dengan membeli surat-surat berharga pemerintah.
 
"Jadi, secara keseluruhan, saya hanya ingin mengatakan, ya mengelola APBN, setiap hari harus mengelola dengan berbagai dinamika itu, tapi arah yang positif ini, atau yang kita sebut adanya konfirmasi dari reaksi masyarakat dari jumlah modal yang masuk, dari persepsi. Ini memberikan modal yang cukup kuat bagi kita untuk meneruskan kebijakan-kebijakan yang pruden, yang baik. Karena bisa menimbulkan dampak positif dari sisi pelaku usaha, dari masyarakat luas yang mendapat keuntungan dari penguatan ini dan dari market yang kemudian menimbulkan dampak positif terhadap indikator-indikator yang juga dikelola secara hati-hati," pungkasnya.
 
Melihat data ini, berapa rata-rata nilai tukar Rupiah sampai akhir tahun?
 
Direktur Eksekutif Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati memprediksi, rata-rata nilai tukar hingga akhir tahun masih akan berada di level Rp 13.000-an per USD. Hal ini akan belum pulihnya perekonomian global dan Indonesia.
 
"Kalau rata-rata masih sekitar Rp 13.000 per USD. Sebab, secara fundamental ekspor masih sulit tumbuh. investasi memang masuk tapi belum ke sektor riil, dan ini berisiko," kata Enny saat dihubungi merdeka.com di Jakarta, Selasa (27/9).
 
Meski demikian, Enny berharap bisa menjaga fluktuatif nilai tukar agar tidak terlalu tajam. Dengan begini, pengusaha akan mudah membuat perencanaan, setidaknya dalam satu tahun ini.
 
"Sampai akhir tahun kita harapkan pemerintah bisa jaga. Ini bisa membuat dunia usaha melakukan perencanaan," katanya.
 
Enny menegaskan, saat ini yang terpenting adalah menjaga agar Rupiah tetap stabil. Sebab, jika Rupiah menguat atau melemah terlalu tajam maka akan membahayakan perekonomian.
 
"Walaupun penguatan dan jika terlalu cepat dan singkat tidak permanen itu berbahaya. Sekarang bagaimana agar otoritas moneter menjaga tingkat fluktuasi Rupiah relatif stabil, mengurangi risiko perekonomian."(merdeka.com)
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index