DPR: Penerapan Sistem KRIS, Implementasi UU SJSN 2024

DPR: Penerapan Sistem KRIS, Implementasi UU SJSN 2024
Dialektika Demokrasi bertajuk 'BPJS Kesehatan dengan KRIS, Permudah Layanan atau Jadi Beban?', di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Riauaktual.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena, menyatakan bahwa langkah pemerintah untuk menghapus kelas I, II, III dalam BPJS Kesehatan dan menggantinya dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) merupakan tindakan yang tepat dan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

Melkiades menjelaskan bahwa alasan utama pemberlakuan sistem KRIS adalah untuk memberikan kenyamanan kepada publik, terutama dalam memastikan bahwa seluruh masyarakat mendapat pelayanan kesehatan yang sama. KRIS akan diberlakukan paling lambat pada 30 Juni 2025.

"KRIS bukan sekadar orang berkunjung untuk pengobatan dan pulang. Kita ingin memastikan bahwa ketika orang dirawat di rumah sakit, mereka mendapatkan kenyamanan dan pelayanan yang standar," kata Melkiades dalam acara Dialektika Demokrasi bertajuk 'BPJS Kesehatan dengan KRIS, Permudah Layanan atau Jadi Beban?', di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/5/2024) kemarin.

Melki berharap bahwa standarisasi kelas BPJS Kesehatan melalui skema KRIS dapat berjalan dengan baik dan manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. "Saya berharap standarisasi pelayanan kesehatan kita di Jakarta bisa sama dengan yang ada di NTT, Papua, Aceh, Rote, dan lainnya. Ini adalah maksud baik," ujarnya.

Menurut Melki, KRIS juga merupakan upaya pemerintah untuk mengimplementasikan sila kelima Pancasila, yakni 'keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia'. "Ini juga merupakan cerminan sila kelima yang diturunkan oleh UU SJSN pada masa pemerintahan Ibu Megawati," tambah politikus Partai Golkar ini.

Melki berharap, standarisasi kelas BPJS Kesehatan melalui skema KRIS ini, mampu berjalan dengan baik dan pelayanannya dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia. "Saya berharap standarisasi pelayanan kesehatan kita ke depan yang di Jakarta ini bisa sama dengan yang ada di NTT, di Papua, di Aceh, di Rote, dan lain lain, ini saya kira maksud baik," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan (PKR Kemenkes), Yuliastuti Saripawan, mengakui bahwa belum seluruh rumah sakit di Indonesia siap menerapkan sistem KRIS sebagai pengganti kelas pelayanan BPJS Kesehatan.

Yuliastuti mengatakan bahwa tugasnya adalah mendampingi perbaikan rumah sakit agar memenuhi 12 kriteria sesuai aturan Perpres Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"Untuk melihat kesiapan, karena begitu banyaknya rumah sakit, kami membuka melalui self-assessment, jadi rumah sakit mengisi sendiri melalui RS online. Semua sudah tergambar rumah sakit yang sudah memenuhi kriteria 1 misalnya kriteria 1-9 atau 1-10," katanya.

Yuliastuti mengungkapkan bahwa dari total 3.176 rumah sakit yang ada di Indonesia, Kemenkes menargetkan 3.060 rumah sakit mengikuti self-assessment atau penilaian mandiri. Namun, hanya 2.858 rumah sakit atau sekitar 81,6 persen yang mengisi penilaian tersebut dan memenuhi 12 kriteria KRIS.

Sebanyak 3,3 persen memenuhi 11 kriteria; 0,9 persen memenuhi 10 kriteria; 1,2 persen memenuhi 9 kriteria. Sisanya, 13 persen tidak memenuhi kriteria sama sekali.

Namun, kata Yuliastuti, Kemenkes tetap melakukan survei lapangan untuk memverifikasi data penilaian mandiri oleh rumah sakit. Hasilnya, per April 2024 hanya ada 1.053 rumah sakit yang sudah memenuhi kriteria.

"Sejak tahun 2023 lalu, yang sudah memenuhi realisasi ada 995 rumah sakit. Kemudian di tahun 2024 hingga 30 April ada 1.053 rumah sakit. Jadi sesuai atau tidak dengan mereka melakukan penilaian sendiri," ujarnya.

#DPR/MPR RI

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index