Melihat Langsung Kondisi Lansia di Kota Selat Panjang

Melihat Langsung Kondisi Lansia di Kota Selat Panjang
Tiga Lansia yang berada di Kota Selat Panjang dan tak ada perhatian dari pemerintah. Foto: Defri

SELATPANJANG (RA) - Hari tua dengan ditemani anak-anak, hidup layak dan bisa makan secukupnya menjadi impian bagi semua lansia. Tapi tidak dengan Mak Cu (78), Mak Unggal (65), dan Mak Ulung (60). Tiga janda tanpa anak ini harus menghabiskan masa tua mereka dari belas kasihan para tetangga.

Rumah tempat tinggal ketiga janda ini tidak berada jauh di seberang pulau ibukota Kepulauan Meranti, Selatpanjang. Tidak pula masuk dalam Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang berada di pelosok daerah yang kini sedang mendapat sorotan dari pemerintah. Rumah tua milik mereka sekitar 15 meter dari pingggir Jalan Dorak, tepatnya di depan Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) Alhidayah, Selatpanjang.

Mulai dari kantor bupati hingga kantor SKPD lainnya berada di jalan ini. Ironisnya mulai dari Bupati, Ketua dan anggota Dewan hingga pejabat di lingkungan Pemkab Meranti setiap hari melalui jalan yang menjadi nadi pemerintah kabupaten ini mereka tidak tahu kalau ada sebuah keluarga yang sangat membutuhkan perhatian.

Mereka bertiga masih ada hubungan keluarga, Mak Cu atau Maryam mengalami kebutaan sejak 3 tahun silam. Segala kebutuhannya harus dibantu oleh Mak Ulung atau Zainun yang masih bisa dikatakan kuat meski sudah terlihat telah uzur. Mulai dari makan minum, mandi, buang air, hingga berwuduk Mak Cu harus dibantu.

“Tak bisa banyak begerak lagi, sejak tak bisa melihat ini. Sekitar tiga tahun lalu, pulang dari sholat di masjid Mak Cu dilanggar honda (sepeda motor). Sejak itu, Mak Cu tak bisa lagi melihat. Waktu itu cuma diobati luka nya saja,” cerita Mak Cu yang ditemui sejumlah awak media di dapur rumahnya yang sudah terlihat lapuk dan berlubang lantainya. Tidak terlihat kursi atau meja tamu di rumah milik Mak Cu ini, rumah papan ini terlihat sangat sederhana.

Kondisi yang sama juga dialami oleh Mak Unggal atau Samsiah, hanya saja ia masih bisa melihat, namun untuk berjalan Mak Unggal tampak harus tertatih dan harus bertumpu pada sebatang kayu yang dijadikan tongkat.

Nasib sepertinya memang tidak menyebelahi mereka, suami ketiga janda ini sudah lama meninggal. Mereka juga tidak dianugrahi anak-anak kandung yang bisa dijadikan tumpuan oleh mereka.

Untuk makan sehari-hari, keluarga ini harus menunggu belas kasihan dari para tetangga. Beruntung keluarga ini masih mendapat perhatian dari para tetangga, sedekah dalam bentuk makanan dan uang selalu mereka terima meski seadanya.

Sebenarnya masih ada seorang lagi adik kandung dari Mak Ulung, yakni Cik Ida (57), hanya saja saat wartawan ingin melihat secara dekat, Cik Ida sedang berada di luar kota. Cik Ida ini yang menjadi tulang punggung keluarga, ia juga tidak memiliki suami dan anak. Sehari-hari ia bekerja menjual pakaian bekas, keuntungan yang tidak seberapa inilah yang menjadi penghasilan keluarga miskin ini.

“Untuk makan cuma mengharapkan sedekah orang saja nak,” ujar Mak Cu.

Mak Unggal dan Mak Ulung juga tidak berdiam diri dengan keadaan tersebut, meski terlihat sudah sangat renta mereka tetap berusaha mencari rezeki dengan mendatangi rumah tetangga atau berhutang dulu di warung untuk makan.

“Tidak semua kedai mau memberikan hutang, hanya ada satu yang masih mau. Mungkin mereka takut kami tidak bisa membayar. Hasil sedekah uang dari orang dipakai untuk bayar hutang ini, kalau belum bisa bayar orang kedai itu pun tidak marah, tetap mau meberikan hutangan,” cerita Mak Unggal, sambil tersenyum.

Meski terlihat kesusahan, mereka masih terlihat bisa mengumbarkan senyum mereka kepada tamu yang datang. Mereka pun tidak menyalahi siapapun, baik keluarga maupun pemerintah yang belum pernah sama sekali membantu kesusahan mereka ini.

“Sakit ya sakitlah, makan saja susah apalagi untuk berobat. Kadang tekak tidak selera mau makan, bukan karena sakit. Bagaimana mau selera, terkadang hanya makan bubur nasi, atau nasi goreng saja, terkadang hanya lauk ikan masin,” kata Mak Unggal.

Untuk beras, mereka mengaku dibelikan raskin oleh tetangga. Begitujuga dengan listrik di rumah tersebut juga mendapat sambungan dari rumah tetangga. Untuk makan enak, cerita Mak Unggal, tunggu setahun sekali, jika mendapatkan zakat fitrah atau daging kurban.

“Dapat lepas makan jadilah nak,” jawab Mak Cu ketika ditanya bantuan seperti apa yang diharapkan.

Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsonakertrans) Kabupaten Kepulauan Meranti, Askandar, saat dikonfirmasi mengaku prihatin dengan kondisi ketiga janda tersebut. Ia juga  berjanji akan mencarikan jalan untuk membantu mereka ini.

“Kita memang tidak ada menganggarkan bantuan seperti ini, tapi saya akan coba nanti bicarakan. Apa bisa kita alihkan bantuan di pos lain untuk mereka,” jelas Askandar sambil menyarankan member informasi tersebut ke Bagian Kesra Setdakab dan pihak Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kepulauan Meranti.

Sekrtearis Baznaz Kepulauan Meranti, M Khozin, yang ditemui sejumlah wartawan untuk menyampaikan informasi tersebut menyampaikan akan segera menidak lanjuti. “Kalau untu permasalahan ini, kita akan menganggarkannya melalui bantuan konsumtif. Nanti akan coba kita survey dulu ke lapangan,” kata Khozin.

Ditulis Oleh: Defri
Editor: Riki

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index