JAKARTA (RA) - Lagu Bayar Bayar Bayar yang dibawakan Band Sukatani sempat menuai kontroversi dan ditarik peredarannya setelah didatangi Tim Siber Polda Jawa Tengah. Namun, setelah Kapolri turun tangan, lagu bernuansa kritik sosial tersebut kini dapat dinyanyikan kembali.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo menyebut kasus pelarangan lagu bukan hal baru di Indonesia. "Kasus pembredelan lagu mengingatkan kita pada tindakan yang pernah dilakukan Orde Baru, bahkan Orde Lama," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (25/2/2025) yang dilansir dari rmol.
Pada era 1960-an, lagu Genjer-Genjer yang dipopulerkan oleh Lilis Suryani dan Bing Slamet dilarang karena dianggap berhubungan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah peristiwa G30S, lagu ini dilarang beredar oleh pemerintah Orde Baru.
Selain itu, lagu Paduka yang Mulia (Lilis Suryani) juga mengalami nasib serupa. Bahkan, lagu-lagu Koes Plus sempat tidak disarankan pemutarannya karena dianggap terlalu "kebarat-baratan" dan kurang mencerminkan budaya Indonesia.
Pada masa pemerintahan Soeharto, beberapa lagu dilarang karena liriknya yang mengandung kritik sosial dan politik, di antaranya:
- Mimpi di Siang Bolong – Doel Sumbang (1970-an)
- Surat untuk Wakil Rakyat – Iwan Fals (1987)
- Pak Tua – Elpamas (1991)
Lagu Pak Tua dilarang karena liriknya yang dianggap menyindir pemerintahan. Video klipnya dicekal dari televisi nasional maupun swasta.
Selain lagu kritik sosial, lagu-lagu bertema percintaan seperti Hati yang Luka (Betharia Sonata) dan Gelas-Gelas Kaca (Nia Daniaty) juga sempat dilarang oleh Menteri Penerangan Harmoko karena dianggap terlalu "cengeng".
Namun, dua lagu yang tetap populer hingga kini adalah Bento dan Bongkar (Iwan Fals, 1991). Meski sempat dilarang, lagu-lagu ini tetap sering dinyanyikan dalam berbagai aksi demonstrasi.
Di era Reformasi, pelarangan lagu masih terjadi, meskipun kebebasan berekspresi lebih terbuka. Beberapa lagu yang sempat dilarang antara lain:
- Cinta Satu Malam – Melinda (2010)
- Paling Suka 69 – Julia Perez (2012)
- Gossip Jalanan – Slank (2004)
Lagu-lagu ini dilarang karena berbagai alasan, seperti dianggap vulgar, tidak sesuai dengan budaya ketimuran, atau berpotensi memicu keresahan masyarakat.
Roy Suryo menilai, pelarangan lagu sering kali justru membuatnya semakin dikenal. "Pelarangan atau pembredelan lagu justru biasanya tidak membuat lagu dan penyanyinya hilang dari pasaran, tetapi malah makin terkenal," ujarnya.
Sejarah menunjukkan bahwa pembredelan lagu tidak selalu berhasil membungkam pesan yang ingin disampaikan, melainkan justru memperkuat popularitasnya di tengah masyarakat.