Jaga Cadangan Emas Dalam Negeri, Pemerintah Lagi Kaji Bentuk Bullion Bank

Selasa, 09 Maret 2021 | 13:30:49 WIB
Ilustrasi. (Foto : Istimewa).

Riauaktual.com - Wacana pemerintah membentuk bullion bank atau bank emas di Tanah Air, dinilai sebagai upaya inisiatif mencari tambalan devisa saat resesi. Namun, tetap perlu kajian lebih mendalam untuk merealisasikannya.

Pembentukan bullion bank diharapkan bisa memberi man­faat penghematan devisa, sumber pembiayaan bagi industri, dan diversifikasi produk bagi bank.

Saat ini komoditas emas me­mang berada di wilayah Ke­menterian Perdagangan, dan di bawahnya ditangani oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjang­ka Komoditi (Bappebti), yang juga terintegrasi langsung dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).

Dari sisi perbankan, keberadaan bullion bank sebenarnya cukup baik, karena bisa menambah produk layanan emas dan logam mulia. Khususnya perbankan syariah yang memang diperkenankan oleh regulator untuk men­jalankan bisnis jual beli emas. Mulai dari tabungan emas, cicil emas hingga gadai emas dengan menggunakan prinsip syariah.

Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabo­wo belum bisa berkomentar banyak terkait hal itu.

“Saya belum dengar soal itu. Yang saya tahu memang masih wacana kan,” kata nto sing­kat kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dihubungi terpisah, Direktur PT TRX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuabi berpendapat, pemerintah cukup jeli mengam­bil rencana di tengah kondisi re­sesi seperti sekarang. Sehingga membutuhkan regulasi baru untuk mendongkrak devisa.

“Target pemerintah di 2021, Indonesia keluar dari resesi. Untuk itu, butuh berbagai tero­bosan. Kita harus mendukung (rencana bullion bank),” kata Ibrahim dikutip dari Rakyat Merdeka (RM.id).

Emas, lanjut Ibrahim, te­lah menjadi salah satu sumber cadangan devisa di berbagai negara. Hampir semua negara ada bullion bank, sedangkan di Indonesia keberadaannya baru sekadar wacana.

Karena itu, dia setuju jika harus dikaji lebih dalam, terkait untung rugi adanya bullion bank di Indonesia.

Menurutnya, keberadaan bul­lion bank memungkinkan sekali dijadikan alternatif penambal devisa. Namun, jika tujuan pemerintah untuk mengatur fluktuasi harga emas, itu akan di luar kendali pemerintah. Sebab, harga emas masih sangat ter­gantung dengan kondisi global, layaknya rupiah.

“Karena akan ada faktor senti­men di luar dan dalam negeri, yang membentuk harganya bisa naik atau turun,” imbuhnya.

Diketahui, Indonesia memiliki pertambangan Grasberg di Papua, yang merupakan tambang emas terbesar di dunia setelah South Deep Gold Mine di Afrika Selatan. Dengan cadangan emas­nya mencapai 30,2 juta ounce.

Selain itu, Indonesia juga merupakan negara produsen emas terbesar ketujuh di dunia dengan produksi mencapai 130 ton per tahun atau 4,59 juta ounce pada 2020.

Sementara, PT Aneka Tam­bang (Persero) Tbk atau Antam sebagai produsen emas, masih tergolong sebagai junior gold miner company dengan produksi tahun lalu sebesar 1,7 ton.

Konsumsi emas Indonesia cenderung masih rendah den­gan rincian untuk retail invest­ment 172.800 ounce dan per­hiasan 137.600 ounce.

Kurang Berkilau

Tahun ini, investasi emas diproyeksikan masih redup. Menu­rut Ibrahim, ini terjadi lantaran muncul pesaing emas, yaitu mata uang kripto (Cryptocurrency) seperti bitcoin, yang banyak diminati di pasar global. Selain itu, vaksi­nasi di berbagai negara membuat optimisme masyarakat muncul.

“Sekarang waktu yang tepat untuk masyarakat membeli emas yang kecil-kecil, 1-2 gram. Walau tahun ini kurang berkilau, tapi masih tetap bagus sebagai investasi jangka panjang 5-10 tahun,” saran Ibrahim.

Terkini

Terpopuler