Konflik Kepentingan, Penyebab RUU Perlindungan Konsumen Mandeg

Konflik Kepentingan, Penyebab RUU Perlindungan Konsumen Mandeg
Forum Legislasi bertajuk ‘Urgensi Revisi UU Perlindungan Konsumen’

Riauaktual.com – Kepala Badan Keahlian DPR RI Inosentius Samsul mengatakan, mandeknya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Konsumen, karena ada konflik kepentingan antara pelaku usaha dan konsumen. Padahal, RUU inisiatif DPR RI ini merupakan wujud dari demokrasi ekonomi sehingga tidak mudah untuk melahirkan inisiatif-inisiatif yang memberikan suatu hak yang kuat kepada konsumen.

"Jadi sederhananya, nanti kalau ada Undang-Undang (UU) yang mendorong perlindungan konsumen, pasti ada pihak yang dirugikan atau yang terganggu kepentingannya. Karena itu, diperlukan persamaan persepsi terkait perlindungan konsumen dari semua pihak yang berkepentingan, " kata Inosentius atau akrab disapa Sensi saat berbicara dalam Forum Legislasi bertajuk ‘Urgensi Revisi UU Perlindungan Konsumen’ di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/3/2023).

Pada sisi lain pelaku usaha lanjut Sensi, ingin mendominasi kegiatan, bahkan mengeksploitasi konsumen dan produk-produk yang bermutu rendah sehingga merugikan konsumen.

Sedangkan terkait substansi UU, Sensi mengatakan bahwa pengertian konsumen saja sudah perlu dievaluasi, mengingat dulu UU konsumen hanya dalam artian individu. "Sedangkan sekarang konsumen bisa berarti badan atau lembaga seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), "  ujarnya.

Sementara Anggota DPR RI Darmadi Durianto mengakui, UU Perlindungan Konsumen ini kurang mendapat perhatian. Padahal UU Nomor 8 tahun 1999 ini sangat penting sesuai dengan perubahan dan tuntutan zaman yang terjadi. Selain itu, UU Perlindungan Konsumen yang merupakan UU Nomor 8 Tahun 1999 memiliki substansi yang bermasalah. Dampaknya, UU tersebut dapat berpotensi untuk menyulitkan lembaga perlindungan konsumen, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

"Masalah perlindungan konsumen, jadi saya lihat sistem hukumnya yang pertama itu substansi banyak bermasalah. Di beberapa pasal, (seperti) pasal 54 (dan) 56, (pasal) 54 itu kalau nggak salah ya, itu final and binding putusannya tetapi di (pasal) 56 dia bisa ngajuin kasasi sehingga menyulitkan BPSK, " ujar Darmadi

Kepala Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi mengharapkan undang undang perlindungan konsumen itu segera dilakukan pembahasan.

“Kami mohon Pak Darmadi titip Pak, untuk segera, karena ini memang sangat penting. Setiap orang adalah konsumen. Satu hal lagi bahwa tanggal 15 Maret adalah hari hak konsumen sedunia,” ujar Sularsi.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index