Riauaktual.com - Munculnya radikalisme dan terorisme ini akibat masyarakat tidak diajari bahwa cinta tanah air itu merupakan bagian dari iman (hubbul wathon minal iman). Padahal, apabila sejak dini diajari cinta tanah air, melalui pendidikan, lagu, musik dan keteladanan orang tua, pejabat, dan tokoh masyarakat, maka diyakini tak akan muncul radikalisme maupun terorisme tersebut.
Menurut Wakil Ketua MPR RI, Jazilul Fawaid, yang membuatnya miris adalah terduga kasus terorisme oleh Densus 88 yang ditangkap itu adalah pengurus pusat sebuah lembaga terhormat yang mewadahi para ulama.
"Artinya, pemahaman radikalisme itu masih ada dan terus bergerak ke berbagai arah. Ini sangat berbahaya sekali buat bangsa kita. Pertanyaan besarnya adalah, mengapa radikalisme dan ekstremisme ini muncul. Saya rasa, karena rasa nasionalisme yang mulai turun, " ujar Jazilul Fawaid dalam diskusi Empat Pilar MPR bertema "Pancasila Sebagai Tameng Radikalisme dan Ekstremisma" bersama Anggota MPR RI Fraksi NasDem Syarief Abdullah Alkadrie, dan pengajar Fisipol UKI Jakarta, Sidratahta Mukhtar di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Senin (22/11/2021).
Atas peristiwa tersebut, Gus Jazil – sapaan akrab Jazilul Fawaid- menyakini lahirnya Pancasila sebagai ideologi itu, memang untuk melawan berbaga jenis ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam eksistensi NKRI. Menyadari bangsa ini dibangun atas dasar keragaman suku bangsa, bahasa, agama, etnis dan sebagainya.
Ancaman tersebut seperti ideologi yang dikembangkan oleh ISIS, HTI, FPI dan lain-lain yang kontra Pancasila. Karena itu pula kata Gus Jazil, maka lahir UU BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), UU No.5 tahun 2018 tentang terorisme, dan lain-lain. "Jadi, cinta tanah air itu harus menjadi bagian dari iman masyarakat. Sebab, tak ada terorisme yang tidak dimulai dengan radikalisme, " katanya.
Selain itu, jika sekarang nasionalisme atau cinta tanah air itu menurun di kalangan generasi muda, khususnya kalangan melenial, kata Gus Jazil, maka hal itu mesti menjadi koreksi bersama anak bangsa ini. Apalagi, radikalisme itu tak saja dalam bentuk ideologi, tapi berita hoaks, meretas situs kepolisian dengan pornografi, bandar narkoba menabrak aparat, dan lain-lain.
Karenanya, Gus Jazil menilai menghadapi radikalisme.itu dengan cinta tanah air. "Jika ini dipahami dengan baik oleh generasi melenial, saya yakin tak akan ada radikalisme dan terorisme, sekaligus menjadi tameng bagi Pancasila. Sebaliknya, jika cinta taanh air itu mulai runtuh, maka akan runtuhlah bangsa itu," katanya.
Sementara Syarief Abdullah Alkadrie mengingatkan masuknya pemahaman radikalisme hingga mengakibatkan seseorang terpapar, sehingga diduga berpotensi akan melakukan aksi terorisme yang merugikan semua, bisa terjadi kepada siapapun di lembaga manapun.
Yang harus diperhatikan secara serius adalah, bagaimana paham itu bisa masuk dan meracuni seseorang, hingga merugikan dirinya sendiri dan orang lain. "Saya rasa sangat mustahil di era kekinian kita bisa membendung segala informasi yang masuk. Yang bisa dilakukan adalah, kita mesti membuat benteng dan tameng untuk melindungi diri dari serbuan pemahaman negatif itu. Benteng dan tameng itu adalah Pancasila," katanya.
