Gus Yaqut Disorot Karena Beri Ucapan Selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB Bagi Agama Baha’i

Gus Yaqut Disorot Karena Beri Ucapan Selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB Bagi Agama Baha’i
Menag Yaqut Cholil Qoumas

Riauaktual.com - Menag Yaqut Cholil Qoumas disorot publik karena menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB bagi agama Baha’i. Baha’i ini merupakan agama baru.

Video Menag Gus Yaqut menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB bagi agama Baha’i disorot publik.

Agama Baha’i ini diketahui merupakan agama baru yang bukan percabangan agama lain.

Video lengkap pernyataan Menag itu diunggah juga di akun YouTube Baha’i Indonesia.

Video itu diunggah pada 26 Maret 2021.

Dalam video tersebut, Menag Gus Yaqut memberikan ucapan selamat hari raya untuk umat Baha’i.

“Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Kepada saudarakau masyarakat Baha’i di mana pun berada, saya mengucapkan selamat merayakan Hari Raya Naw-Ruz 178 EB,” katanya.

“Suatu hari pembaharuan yang menandakan musim semi spiritual dan jasmani, setelah umat Baha’i menjadikan ibadah puasa selama 19 hari,” kata Gus Yaqut mengawali pernyataannya.

Gus Yaqut juga menyampaikan pesan persatuan seluruh elemen bangsa. Selain itu, dia menekankan mengenai pentingnya moderasi beragama.

“Semoga hari raya ini dapat menjadi kesempatan dan momentum bagi seluruh bangsa kita untuk saling bersilaturahim dan memperkokoh persatuan dan kesatuan,

“Menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi beragama bahwa agama perlu menjadi sarana yang memberikan stimulus rohani bagi bangsa Indonesia untuk senantiasa bekerja sama dan maju,” lanjut Gus Yaqut seperti dilansir detikcom.

Dikutip dari laman komunitas Baha’i, agama ini pertama kali muncul dan berkembang di Iran pada 1844. Agama ini bermula dari ajaran perdamaian Sayyid ‘Ali Muhammad atau yang dianggap sang Bab.

Agama ini sempat dianggap sebagai sempalan Islam-Syiah. Sebelum revolusi Iran, agama ini pun sempat diakui walaupun selanjutnya tidak diakui.

Agama ini kemudian terus menyebar ke berbagai negara, dari India hingga Singapura. Salah satu penyebarnya adalah Jamal Effendi.

Agama ini masuk ke Indonesia pada abad ke-18 ketika rombongan Jamal berkunjung ke Surabaya dan singgah ke Bali.

Pemberhentian mereka selanjutnya adalah Makassar di Pulau Sulawesi. Menggunakan sebuah kapal kecil, mereka berlayar ke Pelabuhan Parepare.

Mereka disambut oleh Raja Fatta Arongmatua Aron Rafan dan anak perempuannya, Fatta Sima Tana.

Fatta Sima Tana, belakangan, menyiapkan surat-surat adopsi untuk dua orang anak asli Bugis, bernama Nair dan Bashir, untuk membantu dan mengabdi di rumah di Akka.

Sang raja juga sangat tertarik dengan agama baru ini. Lalu mereka melanjutkan perjalanan ke Sedendring, Padalia, dan Fammana.

Menggunakan sampan, mereka melanjutkan perjalanan sepanjang sungai sampai mereka tiba dengan selamat di Bone.

Di sini, Raja Bone, seorang lelaki muda dan terpelajar, meminta mereka menyiapkan suatu buku panduan untuk administrasi kerajaan dan Sayyid Mustafa Rumi melaporkan bahwa mereka telah menulisnya sejalan dengan ajaran-ajaran Baha’i.

Agama ini pun terus mendapatkan pengikutnya di Indonesia.

Seperti dikutip dari laman Kemenag, penegasan eksistensi agama Baha’i sebagai sebuah agama independen ini tertuang dalam Seminar Hasil Penelitian yang diselenggarakan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada 22 September 2014.

Agama Baha’i ini diketahui merupakan agama baru yang bukan percabangan agama lain.

Konsep ajaran agama Baha’i memiliki ciri khas yang berbeda dengan konsep keagamaan di dalam Islam. Begitu pula dalam tata cara peribadatan.

Meskipun tampaknya memiliki kesamaan dengan peribadatan Islam (seperti sembahyang, puasa, ziarah, dan lainnya), pada praktiknya tata cara peribadatan yang mereka lakukan sama sekali berbeda.

Para penganut Baha’i mengerjakan sembahyang sebanyak tiga kali dalam sehari.

Kiblat yang dijadikan sebagai arah sembahyang pun berbeda dengan umat Islam. Umat Islam menghadap ke arah Ka’bah, sedangkan umat Baha’i bersembahyang menghadap barat laut (Kota Akka-Haifa).

Hari raya umat Baha’i juga berbeda dengan Islam.

Kendati demikian, sejarah lahirnya ajaran Baha’i tidak dapat dipisahkan dari agama Islam. Pendiri ajaran Baha’i, yaitu Baha’ullah, merupakan penganut agama Islam sebelum ia menisbatkan diri sebagai utusan Tuhan. 

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index