PEKANBARU, RiauAktual.com - Maraknya sekolah menjadikan buku bacaan sebagai lahan bisnis dengan cara memperjualbelikannya kepada murid, dikeluhkan orangtua murid hingga ke DPRD Kota Pekanbaru. Meskipun dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta alokasi dana APBD Kota Pekanbaru untuk sektor pendidikan lebih dari 30 persen, peluang untuk sekolah melakukan pungutan pun masih tetap ada dengan berbagai modus.
"Kurangi kegiatan pelatihan guru itu, alihkan anggarannya untuk pembelian buku," kata Anggota DPRD Kota Pekanbaru Roni Amriel, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (13/9/2013).
Politisi Partai Golkar ini menyayangkan sekolah yang melakukan pungutan terhadap biaya pembelian buku, baik buku pelajaran maupun buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Harga yang ditetapkan sekolah juga tidak murah, mulai Rp100 ribu hingga Rp650 ribu per paketnya. Yang lebih parah lagi, sekolah hanya memperbolehkan orangtua murib beli buku di kedai yang sudah direkomendasikan.
"Harusnya orangtua murid tidak dibebankan uang buku lagi. Dengan uang seragam saja orangtua sudah keberatan," tuturnya.
Dengan ditariknya anggaran pelatihan guru, yang dinilai selama ini hanya pemborosan saja, dialihkan ke anggaran melengkapi buku sekolah, maka akan lebih nyata manfaatnya oleh para murid. Dengan begitu, orangtua murid tak perlu dibebankan uang buku lagi dan fokus kepada uang seragam saja.
"Kita himbau agar sekolah jangan menjadikan buku ini bisnis. Perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan kini sudah baik, anggarannya besar, termasuk di dalamnya biaya untuk melengkapi buku pelajaran," terang Roni.
Seperti diketahui, penjualan buku oleh sekolah telah berlangsung cukup lama di Kota Pekanbaru, terutama pada tingkat SD. Sekolah menggunakan modus menitipkan buku di kedai dekat sekolah.
Harga buku perpaketnya pun bervariasi. Tergantung sekolahnya, karena buku yang diperjualbelikan itu tak bisa ditemukan di perpustakaan umum. Mau tak mau, orangtua harus beli buku tersebut untuk menunjang proses belajar mengajar anaknya. (tim/rrm)