ROHIL (RA) - Asap tipis yang tersisa di atas lahan kering Dusun Rumbia II, Kepenghuluan Balam Sempurna, Kecamatan Balai Jaya, Rokan Hilir (Rohil), Riau, menjadi saksi bisu kelalaian manusia.
Satu puntung rokok yang dibuang sembarangan oleh MT (53), kini menjelma jadi perkara hukum serius. Lebih dari itu, hal ini menjadi peringatan ekologis bagi seluruh masyarakat Riau.
Kebakaran itu tidak besar, tapi cukup membuat panik warga sekitar. Api menjalar cepat di antara dedaunan kering dan semak belukar di kawasan hutan produksi, sebelum akhirnya padam setelah aparat kepolisian dan warga berjuang memadamkannya.
"Kami bergegas ke lokasi setelah aplikasi Lancang Kuning mendeteksi hotspot. Untung api cepat dikendalikan," kata Kapolrws Rokan Hilir, AKBP Isa Imam Syahroni, Minggu (2/11/2025).
Cerita MT sebenarnya terlalu sederhana untuk ukuran bencana. Hari itu, ia sedang menyemprot gulma di lahan pribadinya.
"Tanpa berpikir panjang, ia membuang puntung rokok Gudang Garam Merah ke tanah yang mengering karena kemarau.
Beberapa jam kemudian, kepulan asap mulai terlihat dari kejauhan," ucap Kapolres.
Udara panas, rumput kering, dan angin kencang menjadi kombinasi sempurna bagi percikan kecil yang berubah menjadi kobaran besar.
Dalam hitungan menit, api merayap ke kawasan hutan produksi milik negara.
"Kini, Moslen bukan hanya kehilangan lahannya, tapi juga berhadapan dengan pasal berat, yaitu ancaman hingga 10 tahun penjara karena melanggar UU Kehutanan dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," jelas Kapolres.
Mungkin lahan yang terbakar tak luas, tapi setiap kebakaran di Riau punya efek domino.
Asap yang muncul bukan sekadar gangguan pandangan. Ia membawa partikel halus (PM2.5) yang berbahaya bagi paru-paru manusia. Anak-anak dan lansia paling rentan.
"Bagi alam, kebakaran sekecil apa pun bisa menghancurkan mikroekosistem tanah. Mikroba, serangga, dan tumbuhan kecil yang menjaga kesuburan tanah hilang dalam sekejap," ulas Kapolres.
Jika terus terjadi, tanah gambut kehilangan kemampuan menyimpan air, dan Riau akan menghadapi siklus kebakaran yang terus berulang.
"Setiap api yang membakar lahan gambut, sama saja membakar cadangan karbon bumi," ujar Kapolres lagi.
Sistem deteksi dini Lancang Kuning milik Polda Riau terbukti efektif. Begitu hotspot muncul, tim gabungan Polsek Kubu, Polsek Bagan Sinembah, dan Polsek Tanah Putih langsung dikerahkan.
Bersama masyarakat, mereka bahu-membahu memadamkan api dengan alat seadanya dengan ember, cangkul, dan daun basah.
Kapolres Rokan Hilir menyebut, keberhasilan pengungkapan kasus ini menjadi bukti keseriusan aparat dalam menegakkan hukum lingkungan dan mencegah bencana asap.
"Kita tidak ingin kejadian seperti ini terulang. Pembakaran, baik sengaja maupun karena lalai, tetap akan kami tindak," tegasnya.
Polda Riau dan jajaran Polres di daerah terus mengkampanyekan program Green Policing (gerakan kepolisian peduli lingkungan).
"Selain patroli karhutla, polisi kini aktif menanam pohon, mengedukasi pelajar, hingga mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam mengelola lahan," ungkap Kapolres.
Karena sejatinya, mencegah api bukan hanya tugas polisi. Ia adalah tanggung jawab kolektif (masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha).
"Kesadaran lingkungan bukan sekadar slogan. Ia harus jadi budaya," ujar Kapolres.
Kasus MT hanyalah satu dari sekian banyak cerita di Riau (provinsi yang setiap tahun menghadapi ancaman asap dan kebakaran lahan).
Namun dari satu kesalahan kecil ini, lahir pelajaran besar,yaitu bahwa bumi terlalu rapuh untuk terus diuji oleh kelalaian manusia.
"Satu puntung rokok mungkin tampak sepele. Tapi di tanah yang kering, ia bisa menjadi percikan bencana. Dan di balik setiap api yang padam, ada peringatan bahwa kita sedang kehabisan waktu untuk belajar dari alam," tutup Kapolres.
#Rohil
#Lingkungan
#Hukrim
#Kebakaran Lahan
