PEKANBARU (RA) – Tim Advokat Pejuang Keadilan (TAPAK) Riau resmi mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polres Rokan Hulu ke Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian, Selasa (25/2/2025).
Gugatan ini dilayangkan atas penetapan Bagus, warga Desa Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, sebagai tersangka dalam kasus dugaan kekerasan seksual, meskipun sebelumnya ia adalah korban penganiayaan.
Kuasa hukum TAPAK Riau, Suroto SH menilai ada kejanggalan dalam proses hukum yang dilakukan oleh Polres Rokan Hulu.
Menurut mereka, laporan penganiayaan terhadap Bagus yang dilayangkan sejak Oktober 2024 tidak ditangani dengan serius, sementara laporan yang dibuat oleh SL, salah satu terlapor dalam kasus penganiayaan, justru cepat diproses hingga Bagus ditetapkan sebagai tersangka.
"Kami melihat ada keberpihakan dalam penanganan perkara ini. Laporan klien kami soal penganiayaan yang menyebabkan luka cukup serius ditangani lambat, sementara laporan balik dari terlapor justru diproses cepat dan langsung naik ke penyidikan," ujar Suroto dalam keterangannya, Rabu (26/2/2025).
Kasus ini bermula ketika Bagus mengalami penganiayaan yang diduga dilakukan oleh SL dan IW pada 27 Oktober 2024.
Akibat kejadian tersebut, Bagus mengalami luka serius, termasuk lebam di mata kiri, pendarahan di hidung, serta luka di bagian kepala.
Namun, meskipun telah melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Tambusai Utara, pihak kepolisian baru melakukan pemeriksaan terhadap korban pada 5 Desember 2024, lebih dari sebulan setelah kejadian.
TAPAK Riau menilai bahwa penyidik tidak hanya lambat menangani laporan klien mereka, tetapi juga menetapkan pasal yang dinilai tidak sesuai.
"Bagaimana mungkin penganiayaan yang menyebabkan cacat pada mata korban hanya dikenakan Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan? Ini jelas tidak adil," kata Suroto.
Di sisi lain, pada 18 Desember 2024, SL melaporkan Bagus ke Polres Rokan Hulu atas dugaan kekerasan seksual terhadap anaknya, SYM (19).
Laporan ini langsung diproses hingga Bagus ditetapkan sebagai tersangka. TAPAK Riau mempertanyakan dasar hukum yang digunakan dalam kasus ini, terutama terkait penerapan Undang-Undang Perlindungan Anak, mengingat usia SYM sudah 19 tahun.
"Kami tidak membenarkan perbuatan asusila, tetapi jika itu dilakukan atas dasar suka sama suka dan tidak memenuhi unsur pidana perlindungan anak, mengapa dipaksakan? Apalagi, ada bukti bahwa percakapan WhatsApp antara klien kami dan SYM dihapus oleh SL, yang seharusnya bisa menjadi bukti penting," ujarnya lagi.
Atas dugaan kriminalisasi terhadap korban dan ketidakadilan dalam proses hukum, TAPAK Riau akhirnya mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polres Rokan Hulu dengan register perkara nomor 2/Pid.Pra/2025/PN.Prp.
"Kami ingin memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil dan transparan. Tidak boleh ada kriminalisasi terhadap korban, apalagi jika ada dugaan keberpihakan aparat dalam menangani kasus ini," tegas kuasa hukum TAPAK Riau.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Rokan Hulu belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan praperadilan tersebut.
#Hukrim
