PEKANBARU (RA) – Forest Stewardship Council (FSC), sebuah organisasi nonpemerintah internasional yang berfokus pada pengelolaan hutan berkelanjutan, menegaskan komitmennya untuk membantu Provinsi Riau dalam mengatasi degradasi hutan.
Komitmen ini menjadi langkah strategis mendukung Riau sebagai pusat budaya Melayu dengan sumber daya manusia (SDM) unggul, ekonomi yang maju, dan lingkungan yang tetap terjaga.
Direktur PT Patala Unggul Gesang, Ir Nazir Foead MSc, mengungkapkan harapannya agar Riau mampu mencapai visi besar tersebut.
"Kami ingin Riau menjadi pusat budaya Melayu, memiliki SDM mumpuni, pembangunan ekonomi terdepan, dan ekosistem yang tetap terjaga," katanya dalam media briefing yang digelar Selasa (21/1/2025) di Pekanbaru.
Nazir menjelaskan, salah satu tantangan utama adalah degradasi hutan. FSC hadir dengan solusi melalui program Remedy Framework, yang dirancang untuk memulihkan kerusakan lingkungan sekaligus memperkuat ketahanan masyarakat lokal.
"Konsep remediasi ini melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah, dunia usaha, masyarakat, dan akademisi. Ini adalah langkah penting menuju pengelolaan hutan yang lebih baik," terangnya.
FSC, yang berdiri sejak 1993 di Jerman, dikenal dengan sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan yang menjamin perlindungan lingkungan, kesejahteraan masyarakat, serta penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat. Program ini juga mensyaratkan minimal 20 persen dari kawasan yang dikelola harus dilindungi.
Director FSC Indonesia, Hartono Prabowo, menegaskan pentingnya Remedy Framework sebagai pendekatan baru dalam pemulihan lingkungan.
"Framework ini dirancang untuk memastikan proses remediasi dilakukan melalui dialog dan kesepakatan bersama, dengan keterlibatan semua pemangku kepentingan," ungkapnya.
Menurut Hartono, setiap langkah dalam program ini dilengkapi dengan audit dan konsultasi publik untuk memastikan transparansi.
"FSC menyediakan koridor yang jelas, tetapi pelaksanaannya bergantung pada sinergi seluruh pihak," ujarnya.
Deputy Director Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper, Dr Agus Setyarso, menyambut baik program FSC ini. Ia menilai pendekatan ini tidak hanya penting untuk memulihkan kerusakan lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal.
"Kerusakan hutan di Riau adalah tantangan besar. Kalau ada pihak yang mau memperbaiki, kenapa tidak?" ujarnya.
Dr Agus juga menggarisbawahi pentingnya keterbukaan informasi dalam setiap langkah program.
"FSC itu membuka peluang untuk perbaikan. Transparansi harus menjadi prinsip utama agar target tercapai," tuturnya.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Dr Meyzi Heriyanto SSos MSi, menyoroti pentingnya moderasi dalam pengelolaan lingkungan di Riau. Ia mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
"Yang menjadi tantangan utama adalah bagaimana mengawal Riau agar tetap berada di jalur pengelolaan lingkungan yang lestari. Hal ini harus melibatkan semua pihak demi kesejahteraan bersama," katanya.
Dr Meyzi menekankan tiga poin penting dalam pengelolaan lingkungan di Riau, yakni pengelolaan berkelanjutan, keterlibatan aktif seluruh pemangku kepentingan, serta fokus pada kesejahteraan masyarakat, terutama kelompok termarjinalkan.
Melalui sinergi antara kebijakan FSC dan dukungan berbagai pihak, Riau diharapkan menjadi contoh nyata pembangunan berkelanjutan yang memadukan budaya, ekonomi, dan pelestarian lingkungan.
#Lingkungan
#Riau