Kesaksian Alissa Wahid Detik-detik Pelengseran Gus Dur dari Kursi Presiden

Kesaksian Alissa Wahid Detik-detik Pelengseran Gus Dur dari Kursi Presiden
Detik-detik Gus Dur mundur dari Presiden RI pada Juli 2001 (ist)

Riauaktual.com - Gus Dur dilengserkan dari jabatannya oleh MPR RI selaku lembaga tertinggi negara saat itu melalui Sidang Istimewa pada 23 Juli 2001.

Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah menjadi Presiden RI keempat antara 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001.

Detik-detik pelengseran Gus Dur terasa mencekam. Rakyat yang mendukung Gus Dur saat itu menyemut di Istana Kepresidenan Jakarta, berhadapan dengan militer yang berseliweran di sekitarnya.

Nuansa haru juga mewarnai momen tersebut tatkala Gus Dur tak kuasa menahan air matanya.

Putri sulung Gus Dur, Alissa Wahid, pernah mengungkapkan kesaksiannya ketika detik-detik jelang pelengseran Gus Dur.

Empat putri Gus Dur juga istrinya, Sinta Nuriyah, tinggal di Istana ketika itu. Gus Dur memilih kamar di belakang ruang bendera pusaka, sisi timur Istana.

Sementara itu, Alissa kedapatan kamar yang lebih luas, bekas Soeharto, di sisi barat Istana.

Dia bilang, sebelum Sidang Istimewa digelar MPR, ratusan moncong panser TNI sudah mengarah ke Istana.

Gus Dur pun meminta Alissa untuk membawa Sinta Nuriyah dan adik-adiknya pulang ke kediaman di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Gus Dur mengaku tak bisa tenang jika keluarganya tetap berada di Istana. Apalagi, cucu pertama Gus Dur yang tak lain adalah anak Alissa, baru berumur 40 hari.

Namun, Alissa enggan meninggalkan ayahnya. Dia dihantui kisah Bung Karno yang diasingkan dan sulit bertemu keluarga jelang akhir kekuasaannya.

Gus Dur dan putrinya pun berdebat sampai-sampai Alissa menangis karena tak mau pergi.

“Keadaan sudah bahaya, biar Bapak sendiri saja yang hadapi di Istana. Karena ingat nasib Bung Karno, saya melawan. Eyel-eyelan. Apa pun yang terjadi, kalau Bapak ditangkap kami akan ikut. He wouldn’t be alone (dia tidak akan sendiri),” kata Alissa dikutip dari laman resmi NU.

Lega, kekhawatiran Alissa rupanya tak jadi nyata. Kala itu, rakyat bahkan berbondong-bondong ke Istana untuk melindungi ayahnya.

“Rakyat membanjiri istana, bertekad lindungi Gus Dur. Lalu beliau umumkan akan keluar Istana,” tutur Alissa.

Di hari pemakzulan, rakyat pula yang akhirnya mengawal Gus Dur angkat kaki dari Istana Presiden.

“Besoknya rakyat menjemput dan mengawal beliau lewat pintu gerbang depan Istana, menuju panggung rakyat di Monas. Kalah politik, tetap bermartabat,” kenang Alissa.

Gus Dur Menjabat Presiden 20 Bulan

Jabatan Gus Dur baru menginjak bulan ke-21 saat riak-riak politik menggoyangkan kursi kekuasaannya. Gus Dur diterpa sejumlah isu kontroversial.

Salah satu yang paling kencang ialah tudingan Pansus DPR RI atas dugaan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebesar 4 juta dollar AS.

Situasi politik makin memanas hingga akhirnya MPR mengagendakan Sidang Istimewa digelar pada 23 Juli 2001.

Mendengar kabar ini, jelang tengah malam 22 Juli 2001, Gus Dur mengadakan pertemuan dengan salah seorang Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi dan tujuh ulama sepuh di Istana Negara.

Dikutip dari laman resmi PBNU, pertemuan kala itu berlangsung khidmat dan penuh haru. Gus Dur tak kuasa kuasa menahan air matanya.

Ia berkali-kali meminta maaf karena merasa tidak berterus terang ke para ulama mengenai situasi politik yang dihadapinya.

Tangis Gus Dur pecah bukan karena lemah menghadapi situasi politik saat itu. Namun, dia memikirkan para ulama dan pendukungnya yang berkomitmen kuat untuknya.

Atas dorongan para ulama dan pengurus pondok pesantren, lewat tengah malam memasuki tanggal 23 Juli 2001, Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden.

Maklumat itu memuat 3 poin utama yakni pembekuan DPR dan MPR, pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat, dan pembekuan Golkar.

Langkah Gus Dur tersebut justru membuat Parlemen kian meradang. Dekrit itu tak memperoleh dukungan.

Akhirnya, melalui Sidang Istimewa MPR yang dipimpin Amien Rais pada 23 Juli 2001, Gus Dur resmi dimakzulkan.

MPR menarik mandat yang diberikan kepada Gus Dur dan menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai pengganti presiden.

Jelang pelengserannya, Gus Dur dibanjiri simpati para pendukung. Di sejumlah daerah, simpatisan Gus Dur bahkan membentuk pasukan berani mati jika presiden keempat itu diturunkan.

Laporan Koran Kompas menyebutkan bahwa ada 300.000 relawan berani mati yang siap berangkat ke Jakarta untuk membela Gus Dur.

Namun, kala itu Gus Dur menahan massanya. Dia tidak mau ada kerusuhan, apalagi pertumpahan darah sesama anak bangsa.

Hingga Gus Dur turun tahta, kasus hukum yang dituduhkan kepadanya tak pernah terbukti.

Pascaperistiwa itu, dalam sejumlah kesempatan Gus Dur menyatakan bahwa yang menimpa dirinya murni persoalan politik kekuasaan yang dimanfaatkan oleh sejumlah orang.

 

 

 

Sumber: Pojoksatu.id

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index