Perkara Mafia Tanah 100 Ha, Warga Rohil Divonis 6 Bulan Penjara oleh MA

Perkara Mafia Tanah 100 Ha, Warga Rohil Divonis 6 Bulan Penjara oleh MA
Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis 6 bulan penjara terhadap Rudianto alias Rudi Bin Maruli Sianturi

Riauaktual.com - Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis 6 bulan penjara terhadap Rudianto alias Rudi Bin Maruli Sianturi dalam perkara pemalsuan surat tanah atau mafia tanah. Sebelumnya Rudi yang merupakan warga Kabupaten Rokan Hilir itu divonis bebas oleh pengadilan negeri setempat.

Putusan kasasi itu sudah berkekuatan hukum tetap, sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir No 428/Pid.B/2021/ PN Rhl tertanggal 20 Desember 2021. 

''Terdakwa Rudianto alias Rudi Bin Maruli Sianturi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar dan tidak palsu, jika memakai surat itu dapat menimbulkan kerugian,'' demikian bunyi putusan MA, diketuai Hakim Agung Dr Desnayeti SH MH, didampingi Yohanes Priyana SH MH dan Dr Gazalba Saleh SH MH.

Dalam putusan yang dilihat redaksi, Senin (22/8) itu, hakim menjatuhkan vonis 6 bulan penjara karena Rudi dinilai terbukti menggunakan surat palsu untuk kepemilikan kebun sawit 100 hektare.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 bulan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," kata hakim.

Selain itu, surat-surat tanah yang digunakam oleh Rudi atas kepemilikan kebun sawit itu disita pengadilan untuk dimusnahkan. 

Terkait putusan tersebut Jhon Feryanto Sipayung SH didampingi Roni Prima Panggabean SH dari Biro Hukum Lembaga Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Sumatera Utara mengatakan, putusan itu mempertegas secara terang- benderang serupa dengan putusan Zamzami sebagai kepala desa yang menerbitkan surat dari terdakwa Rudianto.

Terdakwa Zamzami sendiri telah diputus terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja memakai isi surat yg isinya tidak benar atau yang dipalsu. Hal itu berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung No 62/2021.

''Putusan hakim ini harus dianggap benar sebagai mana asas prinsip hukum 'Res Judicata Pro Veritate Habeteur.'

Hal ini juga telah diberitahukan melalui Relaas No.428/Pid.B/2021/PN.Rhl tertanggal 10 Agustus 2021 kepada jaksa Shahwir Abdullah melalui Jurusita Pengganti Farhan Alfitri dan yang bersangkutan telah dieksekusi ke Lapas Kelas IIA Bagansiapiapi,'' kata Jhon Sipayung yang merupakan kuasa hukum Joseph Sembiring, salah satu korban atas perbuatan melawan hukum kedua terpidana tersebut, Senin (22/8).

Sementara itu, Jhon Sipayung juga mengapresiasi putusan dalam kasasi MA tersebut. Hakim Agung dalam putusannya, menurut Jhon Sipayung, telah memberikan rasa keadilan kepada masyarakat yang telah dirampas haknya.

''Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Mahkamah Agung sebagai Instrumen penegak hukum tertinggi di Republik ini yang telah berpihak pada masyarakat pencari keadilan," katanya.

Menurutnya, masyarakat yang telah dirampas haknya oleh oknum kepala desa atas praktik mafia tanah dengan pemalsuan dokumen. 

"Tentunya jaksa dan polisi harus tetap waspada kepada oknum aparat desa yang lain. Karena patut diduga masih ada praktik-praktik jahat yang belum tersentuh di wilayah Rokan Hilir seperti apa yang telah dirasakan oleh klien kami,'' tutup Jhon.

Sebelumnya, Majelis Pengadilan Negeri Rokan Hilir, membebaskan terdakwa Rudianto Sianturi atas perkara pemalsuan surat tanah. Padahal, terdakwa sebelumnya atas nama Zamzami yang merupakan Kepala Desa Air Hitam, divonis 6 bulan penjara oleh Mahkmah Agung (MA) dalam amar putusan kasasi.

Zamzami merupakan kades yang membuatkan surat tanah palsu itu untuk digunakan Rudianto seluas 100 hektare. Hakim membebaskan segala tuntutan ke Rudianto dan meminta agar surat tanah 100 ha miliknya dikembalikan.

Putusan ini dibacakan oleh majelis hakim PN Rohil dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Andry Simbolon SH MH, dan 2 hakim anggota, Erif Erlangga SH, Hendrik Nainggolan SH.

"Hakim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum, untuk itu menetapkan agar memulihkan nama baik harkat dan martabat terdakwa, mengembalikan surat hak atas tanah terdakwa," kata Andry yang juga menjabat Ketua Pengadilan Negeri Rokan Hilir.

Di ruang sidang, penasihat hukum terdakwa Daniel serta jaksa penuntut umum dari Kejari Rohil Jupri. Sementara terdakwa Rudianto mengikuti persidangan secara virtual dari Lapas Kelas IIIA Bagansiapiapi.

Usai mengikuti sidang tersebut, penasihat hukum terdakwa Rudi Sianturi, Daniel dan Joshua Sitinjak dalam tanggapannya atas putusan majelis hakim mengatakan bahwa sudah layak dan sesuai dengan fakta persidangan.

"Putusan hakim sudah selayaknya, karena sesuai dengan fakta persidangan, dan permasalahannya menurut kami lebih tepat dikatakan kasus perdata," ujarnya.

Rudianto merupakan pengusaha sawit yang membuat surat tanah di lahan 100 hektare para korban. Surat-surat itu akhirnya dipalsukan oleh sang kepala desa Zamzami sesuai permintaan Rudianto. Usut punya usut, akhirnya Rudianto jadi tersangka kedua setelah Zamzami.


Kronologi Kasus


Joseph Sembiring salah satu korban menjelaskan, lahan seluas 400 hektare di Desa Air Hitam, Pujud, Rokan Hilir dibelinya sejak 2009 dari masyarakat dan kelompok tani di Desa Air Hitam Kecamatan Pujud.

Mereka membuat surat-surat kepemilikan tanah berupa SKGR yang ditandatangani oleh Kepala Desa Air Hitam Antan saat itu. 

"Kemudian tahun 2010 lahan itu kami kelola dan ditanami sawit," ujar Joseph Sembiring.

Tapi tahun 2012, tambah Joseph, saat mereka datang ke lokasi melihat lahan, ternyata sudah dikuasai oleh Rudianto dan kawan - kawan dengan surat yang ditandatangani oleh Kepala Desa Air Hitam yang baru atas nama Zamzami.

"Saat itu kami larang dan kami sampaikan bahwa lahan ini milik kami," ucap Joseph.

Namun, di tahun 2016, kata Joseph, saat mereka datang kembali ke lahan, ternyata sudah dibangun gubuk oleh Rudianto untuk pekerjanya.

"Kemudian kami konfirmasi ke Kepala Desa dan ternyata Kepala Desanya baru lagi dan dilakukan mediasi jalan perdamaian ternyata mentok," kata Joseph.

Akhirnya tahun 2019 kasus penyerobotan dan pemalsuan surat tanah itu dilaporkan ke Polda Riau dan dilimpahkan ke Polres Rohil.

"Selanjutnya dilakukan penyidikan hingga sampai ke persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir dengan terdakwa mantan Kepala Desa Air Hitam Zamzami," ujar Joseph.

Di PN Rohil terdakwa Zamzami divonis bebas dan JPU kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hasilnya 3 Februari 2021 keluar putusan MA dengan Putusan Kasasi Nomor 62 K/Pid/2021. Putusan Majelis Hakim membatalkan vonis PN Rohil dan menghukum terdakwa dengan hukuman 6 bulan penjara. 

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index