Kamu Harus Hati-Hati, Aritmia Jantung Bisa Tingkatkan Risiko Stroke hingga 5 Kali Lipat Loh

Kamu Harus Hati-Hati, Aritmia Jantung Bisa Tingkatkan Risiko Stroke hingga 5 Kali Lipat Loh
Ilustrasi Penyakit Jantung. (Foto: Shutterstock)

Riauaktual.com - ARITMIA atau gangguan irama jantung adalah gangguan pada sistem kelistrikan jantung yang menyebabkan denyut jantung menjadi lebih lambat (bradikardi), lebih cepat (takikardi), atau tidak beraturan. Denyut jantung dikendalikan oleh sistem kelistrikan sehingga dapat berdenyut dengan irama yang teratur.

Normalnya, jantung akan berdenyut 60 – 100 kali/menit. Ketika tidak berdenyut dengan normal, jantung tidak dapat memompa darah sebagaimana mestinya dan mengakibatkan gangguan asupan darah ke organ tubuh lainnya. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan organ penting lainnya.

Dr. Rerdin Julario, SpJP(K), Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia dan Intervensi dari Mayapada Hospital Surabaya mengatakan, aritmia juga bisa menyebabkan seseorang mengalami henti jantung. Gejala aritmia dapat berbeda-beda untuk setiap orang tergantung dari jenis aritmia yang dialami.

Jantung

Gejala yang biasanya dirasakan adalah jantung berdebar (palpitasi), nyeri dada, sesak nafas, mudah lelah, keringat dingin, rasa akan pingsan. Jika terlambat ditangani, aritmia dapat menyebabkan henti jantung yang dapat berujung pada kematian.

Aritmia biasanya muncul saat olahraga, stress atau setelah terpapar kafein, nikotin dan obat-obatan tertentu. Aritmia juga dipengaruhi oleh faktor risiko lain seperti memiliki penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, hipo/hipertiroid, penyakit jantung bawaan, dan faktor genetik.

Aritmia juga meningkatkan risiko seseorang mengalami stroke 4 – 5 kali lebih besar dibanding yang tidak mengalami aritmia. Data CDC tahun 2017 menyebutkan bahwa aritmia menyebabkan stroke iskemik sebesar 15 persen – 20 persen.

Untuk mendiagnosa aritmia, dokter akan mengevaluasi gejala dan riwayat medis pasien melalui pemeriksaan fisik dan penunjang, seperti Elektrokardiografi (EKG), Treadmill Test, Holter Monitor, dan Electrophysiology Study (EP Study).

“Electrophysiology Study adalah golden standard untuk mendiagnosa aritmia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipetakan aktifitas listrik jantung sehingga titik penyebab gangguan kelistrikan jantung dapat diketahui. Berdasarkan hasil EP Study dapat ditentukan jenis aritmia dan terapi yang dibutuhkan untuk mengembalikan irama jantung normal,” kata dr. Rerdin seperti dilansir Antara.

"Penanganan aritmia disesuaikan dengan jenis aritmia yang dialami pasien," kata dr. Agung Fabian Chandranegara, SpJP(K), Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia, Mayapada Hospital Tangerang.

"Tindakan berupa pemasangan alat pacu jantung atau pacemaker biasanya digunakan untuk kasus aritmia di mana jantung berdenyut lebih lambat dari normal. Tindakan lain yaitu ablasi jantung merupakan tindakan untuk mengkoreksi aritmia dengan cara memasukkan kateter melalui pembuluh darah sampai ke jantung," kata dia.

"Elektroda pada ujung kateter dilengkapi dengan energi radiofrekuensi untuk mengablasi titik tertentu pada jantung yang menyebabkan aritmia sehingga jantung dapat kembali berdenyut normal," tukasnya.

 

 

Sumber: Okezone.com

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index