Ibu Disarankan Tidak langsung Menyusui Anak ketika Dia Menangis

Ibu Disarankan Tidak langsung Menyusui Anak ketika Dia Menangis
Ilustrasi bayi menangis. ©Shutterstock.com/xtrekx

Riauaktual.com - Tangisan yang dikeluarkan oleh bayi bisa menjadi penanda sejumlah hal yang mereka alami. Salah satunya adalah ketika bayi lapar dan membutuhkan air susu ibu (ASI).

Walau begitu, bayi yang menangis sebaiknya tak langsung diberi ASI, demikian saran Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Prof. Dr. dr. Damayanti, R. Sjarif, Sp.A(K).

"Anak yang nangis tidak boleh langsung disusuin. Kita mesti tenangkan dulu. (Kalau dia masih nangis diberi ASI) bisa keselek ya. Sesudah itu baru kita lihat ada tandanya dia lapar baru kita kasih (ASI)," terangnya beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.

Prof. Damayanti yang menjabat sebagai Ketua Satgas Stunting dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu mengatakan, ibu harus benar-benar memperhatikan kapan anak mereka lapar dan membutuhkan ASI. Nantinya, setiap anak mempunyai jadwal tersendiri untuk diberikan ASI.

"Nanti anak punya jadwal tersendiri nah ibunya harus memperhatikan. Jangan nunggu anak sampai teriak-teriak kelaparan. Jadi, setiap anak punya jadwal sendiri-sendiri," kata dia.

Pentingnya Perhatikan Perubahan Berat Badan Anak

Selama pemberian ASI, ibu juga perlu memperhatikan ada tidaknya kondisi weight faltering yakni kenaikan berat badan anak yang tidak cukup atau di bawah rata-rata dari kenaikan berat badan minimal setiap bulannya.

Jika ditemukannya kondisi ini, maka ibu perlu segera memperbaiki cara menyusuinya sembari berkonsultasi ke dokter. Nantinya, dilakukan evaluasi 1-2 minggu. Bila tidak membaik maka anak harus dirujuk mengingat adanya kemungkinan dia mengalami penyakit tertentu termasuk infeksi.

"Kalau weight faltering dibiarkan saja nanti jadi stunting," kata Prof. Damayanti.

Berbicara asupan gizi khususnya pada anak di bawah usia 2 tahun yang umumnya masih mendapatkan ASI, maka protein hewani misalnya dari sumber telur, ikan dan ayam kemudian lemak dan karbohidrat menjadi penting.

"Komposisi ASI dan komposisi otak persis, 60 persen lemaknya. Jadi jangan kasih makanan yang tidak ada lemaknya. ASI dikasih lemak 60 persen. Yang namanya makanan untuk bayi sampai tumbuh 80 persen otaknya di 2 tahun adalah komposisi ASI. Jadi harus ada lemak 60 persen, protein sekitar 10-15 persen dan karbohidrat," jelas Prof. Damayanti.

Lebih lanjut, sayur dan buah tidak ikut membentuk otak, tetapi tetap harus dikenalkan setelah anak berusia 2 tahun. Sementara asupan lemaknya diturunkan jumlahnya.

"Jadi sesudah (usia 2 tahun) itu, maka turun(kan) lemaknya, dikasihlah sayur dan buah. Tetapi bukan ujug-ujug 3 tahun dikasih sayur buah terus dia mau, kan harus dikenalkan. Porsinya juga kecil-kecil, bukan porsi orang dewasa yang dikecilkan," tandasnya.

 

 

Sumber: Merdeka.com

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index