Riauaktual.com - Vape atau rokok elektrik telah menjadi tren di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Penggunanya semakin banyak. Sayangnya, remaja juga ikut-ikutan mencoba. Padahal, produk ini diciptakan untuk mereka yang berusia di atas 19 tahun.
Salah satu perusahaan vape terbesar di dunia, RELX, secara tegas melarang mereka yang berusia di bawah 18 tahun atau remaja untuk mencoba vape.
General Manager RELX Indonesia Yudhi Saputra menjelaskan, tujuan perusahaannya memproduksi vape adalah sebagai alternatif bagi perokok yang ingin resiko rendah. "Vape bukan untuk anak atau perokok di bawah umur," ujar Yudhi dalam keterangan pers, dikutip dari RM.id, Jumat (25/10).
Dia mengatakan, vape bermanfaat bagi mereka yang ingin berusaha menghentikan kebiasaan menghisap rokok konvensional. RELX tidak memproduksi vape untuk menyasar konsumen remaja yang ingin gaya-gayaan. "Tujuannya vape untuk alternatif bagi perokok yang ingin risiko lebih rendah," cetusnya.
Dia menjelaskan, sejak awal berdiri perusahaan sudah berkomitmen untuk tidak menjual produknya bagi remaja. Bahkan perusahaan sudah memiliki program yang mencegah adanya penggunaan vape bagi usia anak. Dari program internal itu pihaknya tak bosan melakukan edukasi termasuk untuk penjual.
"Tapi kalau hanya kami yang melakukan edukasi untuk pencegahan pemakaian vape di bawah umur ya tidak akan berhasil. Ini perlu kita atasi bersama," tutur Yudhi.
Adapun program yang dijalankan RELX yaitu The Guardian Program, Golden Shield, dan Green Shoots. Yudhi menjelaskan pada program The Guardian berisi ketentuan bahwa produk hanya untuk mereka yang dewasa.
"Sebelum memulai bisnis kami ada kontrak yang di dalamnya mengatur seputar pencegahan vape kepada remaja atau yang berusia di bawah umur," terangnya.
Dalam program The Guardian, pihaknya sudah melakukan edukasi kepada para peritel untuk tidak memberikan kepada usia di bawah 18 tahun.
Dia bilang, di negara lain, RELX sudah menguatkan pencegahan bagi anak dengan menggunakan teknologi sensor wajah. Alat ini diletakkan di toko vape.
"Sensor ini sudah bisa mendeteksi usia konsumen dari wajah. Jika yang beli di bawah umur tidak akan diperkenankan," beber Yudhi.
Lalu pada program kedua, Golden Shield, perusahaan mencegah masuknya produk palsu atau abal-abal. Tujuannya untuk melindungi konsumen agar bisa mendapatkan produk vape berkualitas dengan standar yang sudah ditetapkan perusahaan. "Di China, RELX sudah bekerja sama dengan pemerintah untuk memonitor produk palsu," jelasnya.
Yang terakhir, Green Shoots, perusahaan membantu pemberdayaan ekonomi kepada pelaku usaha pemula. Pemberdayaan ekonomi ini dilakukan melalui payung RELX Academy.
Yudhi mengaku tengah menunggu pengaturan yang jelas dari pemerintah. Tujuannya, agar peredaran lebih terkendali, serta mencegah usia anak untuk terlindungi dari penggunaan vape. "Ayo kita sama-sama mencegah pengguna vape kalangan di bawah umur," ajak Yudhi.
Di Inggris vape sudah dijadikan alternatif bagi masyarakat untuk berhenti merokok. RELX sendiri berdiri tahun 2018. Tujuan brand adalah menyasar pengguna dewasa. Saat ini RELX juga sudah tersebar di 20 negara.
Dosen dan Peneliti Universitas Padjadjaran Dr. Drg. Amaliya menyarankan, remaja yang belum pernah merokok perlu mendapat perlindungan agar tidak mencicipi jenis tembakau apapun.
Karena itu, dia mendukung rencana pelaku usaha vape agar dibuat pencegahan. "Edukasi dan penyuluhan sangat diperlukan. Risikonya juga perlu ditekankan disampaikan ke pada anak-anak," sarannya.
Dia menegaskan, tingkat bahaya atau risiko vape memang ada. Tapi, dibanding rokok konvensional, risikonya lebih rendah. "Tapi ya tidak dianjurkan juga untuk anak usia di bawah 18 tahun," tegas Amalia.
Dia menegaskan, meski vape tidak boleh dikonsumsi remaja, namun tidak berarti dilarang peredarannya. Jangan sampai dibanned.
"Karena manfaatnya vape adalah alternatif bagi yang ingin menghentikan produk rokok yang dibakar. Ini sangat membantu," ungkap dia.
