Media Massa Terkontaminasi Politik, Masihkah Independent?

Media Massa Terkontaminasi Politik, Masihkah Independent?
Ilustrasi. FOTO: rrm

TAHUN politik, banyak kedok media massa yang tugas pokok dan funsi awal untuk mencerdaskan masyarakat, terbongkar yang kini malah jadi ajang membodohi/menjebak masyarakat pembaca dalam segi politik. Mengapa demikian? Lihat saja, berapa banyak media berita di Indonesia ini secara transparan memperlihatkan arah masing-masing untuk terlibat dalam berpolitik. Menyanjung sekelompok partai politik, mengarahkan masyarakat menerima keburukan yang terpurukkan terlalu dalam dengan mempublikasikan yang bagus-bagus saja.

Masihkan jurnalistik Indonesia independent? pertanyaan ini tak perlu penulis jawab melalui tulisan, kita cukup mengamati saja. Semua media massa saat ini tampak secara jelas, tak ada lagi yang menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Siapa yang di belakang media itu merupakan tuhan dan kiblat bagi media massa yang harus mengarahkan semua pemberitaan sesuai selera mereka penguasa, terlebih penguasa politik.

Lantas, bagaimana kalau mereka yang tidak memiliki media tapi bergelut di dunia politik. Gemetar tangan seorang jurnalistik ketika mewawancarai tokoh parpol yang tidak memiliki media. Pernyataan tokoh ini nantinya di meja redaksi akan diplintir dan akan jadi bahan untuk menjatuhkan tokoh parpol yang ramah saat diwawancarai seakan akrab. Karena arahan bos jurnalistik ini di kantor tadi sudah masuk listing.

Kenapa demikian? karena bos media massa kebanyakan saat ini terlibat politik. Calon legislatif, calon presiden, ataupun hanya sebagai tim sukses seorang pemuka parpol. Lalu apakah pembaca masih boleh mempercayai media massa, kalau ternyata ketikan berita bisa diedit melalui kekuasaan?

Tak seimbang dan berat sebelah, itu tentu terjadi dalam pemberitaan suatu media massa. Pembaca tulisan ini pun pasti sudah mengetahui, bagaimana bos media massa yang maju dalam pertarungan sengit pada tahun politik ini saling menjatuhkan. Terus yang bingung siapa? Ya sudah pasti tentu masyarakat sebagai penonton?

Kembali dipertanyakan, masih pantaskan masyarakat percaya pada pemberitaan media massa? Yang di belakangnya adalah orang-orang politik, sudah barang tentu segala pemberitaan kebanyakan dipolitisir, punya suatu muara yang nantinya dituju untuk menjatuhkan pihak lawan yang mengkhawatirkan. Porsi untuk bos 90 persen dan 10 persen lainnya untuk kalangan lain agar tidak terlalu kelihatan berat sebelah walaupun sudah terasa itu kenyataannya.

Seorang pejabat yang selama ini 'ngeh' melihat sinetron di televisi sekarang malah berbalik arah, dia tinggalkan semua tayangan berita dan berpindah dengan tayangan sinetron mulai dari romantis maupun goyang cesar. Itu karena tidak seimbangnya pemberitaan, di media ini 'menghantam' itu, di media itu 'menghantam' ini. Nikmati saja dulu nonton sinetron, sebelum nanti sinetron itu pun dipolitisir.

Mungkin Dewan Pers sudah bisa menegur media massa, baik cetak maupun elektronik, yang ada di Indonesia ini untuk kembali ke rel masing-masing. Luruskan telunjuk ke depan, jangan sampai dibelokkan oleh kepentingan politik yang ujung-ujungnya mengorbankan masyarakat Indonesia. ***

Oleh: Riki Rahmat
Warga Provinsi Riau

 

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index