Desakan ke Polisi Agar Tak Main-main Tangani Kasus Ahok

Desakan ke Polisi Agar Tak Main-main Tangani Kasus Ahok
Demo 4 November.
RAGAM (RA) - Ratusan ribu orang yang tergabung dalam berbagai ormas Islam telah melakukan aksi demo besar-besaran di Istana Negara pada 4 November 2016. Mereka menuntut agar Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diproses hukum lantaran diduga telah melakukan penistaan agama. Ahok dianggap telah menghina Alquran dan ulama.
 
Presiden Joko Widodo mempersilakan penegak hukum dalam hal ini kepolisian untuk memproses kasus Ahok. Jokowi berjanji tak akan melakukan intervensi agar Ahok bebas dari tuduhan penistaan agama.
 
Bola kasus Ahok saat ini ada di polisi. Sejumlah saksi dan Ahok sendiri secara maraton telah di dimintai keterangan oleh penegak hukum.
 
Tokoh-tokoh agama Islam minta polisi tak main-main dalam menangani kasus Ahok ini. Permintaan disampaikan Ketua Umum Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam (SI) Indonesia, Hamdan Zoelva saat menghadiri undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka bersama pimpinan ormas lainnya. 
 
Dalam kesempatan itu, Hamdan minta agar kasus penistaan agama Islam yang diduga dilakukan Ahok diproses cepat dan adil.
 
"Karena kalau tidak justru akan menambah persoalan baru dan bagi kami menunda-nunda masalah justru mengancam keamanan nasional kita," ujar Hamdan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (9/11).
 
Menurut Hamdan, aksi unjuk rasa 4 November 2016 di depan Istana Merdeka merupakan reaksi umat Islam di Tanah Air yang merasa agamanya dihina dan direndahkan. Selain itu, aksi tersebut juga merupakan akumulasi dari berbagai kesalahan yang pernah dilakukan Ahok.
 
Kepada pemerintah dan penegak hukum, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengingatkan agar tak main-main menegakkan hukum dalam kasus Ahok. Sebab, penegakkan hukum yang benar dan adil akan berdampak pada program-program yang sudah dicanangkan pemerintah.
 
"Sekali lagi, ini untuk menjaga keutuhan kita sebagai bangsa. Sayang sekali program-program kita selama ini yang sudah bagus, ekonomi ke bawah, infrastruktur yang bagus, secara internasional juga bagus, kepercayaan investor kita bagus, ini harus dijaga betul. Untuk menjaga itu, maka perlu sekali pemerintah melalui aparat penegak hukum menyelesaikan masalah ini dengan cepat," jelas Hamdan.
 
Sedangkan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin minta agar transkrip perkataan Ahok dalam video kunker ke Pulau Pramuka yang menyebut surat Al Maidah ayat 51 tak dipersoalkan. Menurutnya, ada atau tidaknya kata "pakai" dalam transkrip tersebut tidak menghilangkan unsur penistaan agama.
 
"Ini tidak perlu diperdebatkan, justru kalau diotak atik 'dipakai' 'pakai' tidak ada kata 'dipakai' ini yang menimbulkan masalah," ujar Din usai menggelar rapat pleno di kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (9/11).
 
Saat ini, polisi sedang fokus berkutat pada kata "pakai" dalam video Ahok. Malahan, polisi mengatakan sedang membidik Buni Yani, pengunggah video Ahok pertama, berpotensi tersangka lantaran menghilangkan kata 'pakai' tersebut.
 
Tokoh Muhammadiyah ini menegaskan, pernyataan Ahok dalam video tersebut telah terpenuhi unsur penistaan agama. Dia juga mengatakan, bahwa fatwa penistaan tidak hanya serta merta berasal dari pemikiran MUI.
 
"Sebenarnya bukan pandangan MUI saja, tapi juga pandangan ilmu pengetahuan (penistaan agama) itu ketika menyinggung keyakinan dalam arti menyalahkan orang lain, hal hal suci figur-figur suci, para ulama para aulia, jika dilihat dari sudut pandang itu apa yang dilakukan Ahok sudah termasuk," jelasnya.
 
Din mengaku masih tidak bisa melupakan rasa kekecewaannya terhadap sikap Presiden Joko Widodo saat aksi damai 4 November kemarin yang tidak mau menerima perwakilan demonstran. Namun, meski kecewa dia masih memiliki hubungan baik dengan Presiden.
 
"Saya tidak bisa menyimpan kekecewaan saya. Meskipun saya punya hubungan baik dengan Presiden ketika beliau pergi," ujar Din.
 
Menurutnya, aksi damai kemarin merupakan ekspresi umat Islam atas kekecewaan yang dilakukan Ahok terkait dugaan penistaan agama. Namun, lanjutnya, setelah ada aksi damai kemarin seperti ada upaya upaya untuk mendistori umat Islam yang menganggap antikemajemukan.
 
"Ada upaya-upaya yang mendistorsi wacana. Sebelum aksi 411 ada wacana yang mendistorsi, bahwa aksi 411 adalah aksi antitoleransi antikemajemukan. Kita ingatkan kepada seluruh bangsa ini, jangan ada upaya untuk mendiskreditkan posisi umat Islam di Indonesia, jasanya terlalu besar," jelasnya.
 
Selanjutnya, MUI juga memberikan apresiasi kelompok umat Islam dan beberapa elemen masyarakat yang menggelar aksi demo 4 November lalu. Proses hukum yang dijalankan harus betul-betul dilakukan secara transparan.
 
"Aksi damai kemarin merupakan ekspresi demokrasi yang konstitusional dan positif untuk mendorong penegakan hukum di negeri yang menganut supremasi hukum," kata Din.
 
Sedangkan, terkait insiden kericuhan 4 November, menurut Din merupakan ulah provokator yang ingin mencederai aksi tersebut. MUI juga menyerukan agar umat Islam Indonesia tidak terpancing dengan isu yang bersifat provokatif dan memecah belah kebangsaan.
 
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengingatkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian tak masuk dalam area tafsir transkip video Ahok soal dugaan penistaan agama. Pihaknya menyarankan penafsiran transkip tersebut diserahkan kepada ahli bahasa.
 
"Soal pernyataan Pak Ahok antara menggunakan kata 'pakai' dan tanpa kata itu. Itulah maksudnya Pak Kapolri jangan masuk ke area tafsir tersebut agar tidak menimbulkan prasangka tertentu. Baik benar, lebih-lebih salah bisa menimbulkan pro dan kontra lagi dan nanti polisi dituding memihak," kata Haedar.
 
Haedar menambahkan, pihaknya berharap kasus penistaan agama Islam ini segera diselesaikan dengan proses hukum transparan dan objektif. Tak hanya itu, kasus tersebut diharapkan menjadi pelajaran berharga sehingga tak ada terjadi kembali pada suatu hari nanti. (merdeka.com)
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index