JAKARTA (RA) – Kejaksaan Agung melalui Tim Penyidik Koneksitas Jaksa Agung Muda Pidana Militer (JAM Pidmil) kembali memaparkan perkembangan kasus dugaan korupsi pengadaan user terminal satelit slot orbit 123° BT di Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2016.
Proyek tersebut melibatkan PT Navayo International AG dan diduga menimbulkan kerugian negara lebih dari USD 21 juta atau setara Rp 350 miliar.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menjelaskan bahwa perkara ini bermula dari penunjukan langsung PT Navayo oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) Kemhan tanpa melalui mekanisme lelang sesuai aturan.
Penunjukan tersebut didasarkan pada rekomendasi Tersangka ATVDH selaku Tenaga Ahli Satelit Kemhan, dan kemudian disetujui oleh Tersangka Laksda TNI (Purn) LNR selaku Kabaranahan Kemhan sekaligus PPK.
"Kontrak pekerjaan Core Program/User Terminal senilai USD 34,1 juta ditandatangani pada 10 Oktober 2016. Nilainya kemudian diamandemen menjadi USD 29,9 juta, padahal saat itu anggaran masih diblokir dan belum dapat digunakan," ujar Anang, Senin malam.
Namun dalam pelaksanaannya, PT Navayo justru mengajukan penagihan sebesar USD 16 juta meskipun pekerjaan belum sesuai ketentuan.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan 550 unit Handphone Navayo tidak memiliki Secure Chip Inti, pembangunan user terminal tidak fungsional, serta tidak pernah dilakukan uji fungsi terhadap Satelit Artemis di slot orbit 123° BT.
Tak berhenti di situ, PT Navayo kemudian mengajukan gugatan arbitrase ke International Chamber of Commerce (ICC) di Singapura dan dimenangkan dengan putusan pembayaran USD 20,86 juta.
Kondisi ini membuat negara menghadapi risiko nyata, setelah Navayo mengajukan penyitaan terhadap aset milik Pemerintah Indonesia di Paris, termasuk Wisma Wakil Kepala Perwakilan RI dan rumah dinas pejabat KBRI.
"Berdasarkan hasil audit BPKP RI, ditemukan adanya kerugian keuangan negara mencapai USD 21.384.851,89," tegas Anang.
