PEKANBARU (RA) - Upaya hukum banding yang diajukan Inong Fitriani alias Inong (57) dalam perkara penggunaan surat palsu untuk menguasai sebidang tanah di Kota Dumai resmi kandas.
Pengadilan Tinggi (PT) Riau menolak permohonan terdakwa dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Dumai yang menjatuhkan pidana penjara selama tujuh bulan.
Amar putusan Nomor 531/Pid.B/2025/PT PBR dibacakan Majelis Hakim PT Riau yang diketuai Lilin Herlina di Pekanbaru, Selasa (2/9). Persidangan berlangsung terbuka, namun tidak dihadiri jaksa penuntut umum maupun terdakwa.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama tujuh bulan dengan perintah tetap ditahan," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Dumai, Pri Wijeksono melalui Kasi Intelijen Carles Apriyanto, Jumat (12/9/2025).
Kasus ini bermula pada 2020, saat terdakwa mengklaim sebidang tanah dengan surat penyerahan tanah bertanggal 7 April 1961.
Berdasarkan surat itu, Inong menarik uang sewa dari pedagang yang menempati kios di atas lahan tersebut. Sejak 2021 hingga 2025, ia menerima sekitar Rp560 juta, atau rata-rata Rp120 juta per tahun.
Namun klaim tersebut ditentang pemilik sah lahan yang memegang sertifikat resmi, yakni Toton Sumali, Djuerwin Netsen, Mr Nainggolan, dan Deddy Handoko. Meski sempat ditempuh jalur mediasi, terdakwa tetap menagih uang sewa kios.
Majelis hakim menilai, surat tanah yang dipakai terdakwa tidak tercatat dalam arsip resmi kelurahan maupun Badan Pertanahan Kota Dumai. Selain itu, terdapat perbedaan ukuran tanah dalam dokumen tersebut.
"Surat penyerahan tanah atas nama Alip dengan ukuran 59 x 81 depa tidak tercatat dalam arsip resmi. Yang sah adalah surat dengan ukuran 9 x 81 depa," jelas Carles membacakan isi putusan banding.
Hakim menegaskan, perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian nyata bagi para pemilik sah. Karena itu, PT Riau menyatakan putusan PN Dumai sudah sesuai hukum.
"Majelis berpendapat putusan tingkat pertama sudah memenuhi rasa keadilan, sehingga harus dipertahankan," ujar Carles.
#Hukrim
#Dumai
