JAKARTA (RA) - Sidang perdana kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak dan tindak pidana perdagangan orang dengan terdakwa mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, dan seorang mahasiswi berinisial Fani digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA, Senin (30/6/2025).
Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk bersikap profesional, tegas, dan tanpa kompromi dalam menangani kasus ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) Dr. Harli Siregar menyatakan bahwa kasus ini menyangkut kelompok rentan, sehingga Kejaksaan bersikap ekstra hati-hati, namun tetap berpegang pada prinsip keadilan dan perlindungan korban.
"Proses hukum dalam perkara ini tidak hanya bertujuan membuktikan unsur pidana dan menuntut maksimal para pelaku, tetapi juga memastikan korban memperoleh keadilan dan pemulihan. Kami bekerja sama dengan LPSK untuk mengupayakan pemenuhan hak-hak korban, termasuk restitusi," ujar Harli, Senin (30/6/2025).
Dalam persidangan perdana, terdakwa Fajar didakwa menyetubuhi dan mencabuli tiga anak perempuan di bawah umur di sejumlah hotel di Kota Kupang, antara Juni 2024 hingga Januari 2025. Salah satu korban bahkan diketahui masih berusia lima tahun.
Jaksa juga mengungkapkan bahwa perbuatan terdakwa dilakukan dengan merekrut anak-anak melalui pihak ketiga dan aplikasi Michat, serta sempat merekam aksi bejatnya dengan ponsel pribadi.
Fajar dijerat dengan sejumlah pasal berat, di antaranya Pasal 81 dan 82 UU Perlindungan Anak, UU Kekerasan Seksual, serta UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sidang terhadap Fajar ditunda dan akan dilanjutkan pada 7 Juli 2025 dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak penasihat hukum.
Sementara itu, terdakwa kedua, mahasiswi berusia 20 tahun bernama Stefani Heidi Doko Rehi alias Fani, disidangkan atas peran aktifnya dalam mencari dan mengantar korban anak usia lima tahun kepada terdakwa Fajar. Ia diketahui menerima imbalan Rp3 juta atas tindakannya, yang dikualifikasikan sebagai eksploitasi seksual anak dan perdagangan orang.
Jaksa menjerat Fani dengan pasal-pasal dalam UU Perlindungan Anak, UU Kekerasan Seksual, serta UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sidangnya ditunda ke 21 Juli 2025 untuk agenda pemeriksaan saksi.
Harli Siregar menegaskan bahwa Kejaksaan RI, melalui Kejati Nusa Tenggara Timur dan Kejari Kota Kupang, mengerahkan tim penuntut umum berpengalaman, yang dipimpin oleh Koordinator Kejati NTT, Arwin Adinata.
"Ini menjadi bukti bahwa negara hadir dan Kejaksaan menjadi garda terdepan dalam memerangi segala bentuk kejahatan seksual terhadap anak," tegas Harli.
Majelis hakim dalam kedua perkara ini dipimpin oleh Hakim Ketua Anak Agung Gd Agung Parnata. Sidang dilakukan secara tertutup sesuai ketentuan hukum yang berlaku untuk melindungi identitas dan psikologis para korban.
Kejaksaan juga menegaskan akan terus membuka akses informasi yang transparan kepada publik, tanpa mengabaikan aspek perlindungan terhadap korban dan asas praduga tak bersalah.
"Kejaksaan akan berdiri di sisi korban, dan memastikan proses hukum berjalan profesional dan berpihak pada keadilan," tutup Harli.
#Hukrim
