JAKARTA (RA) - Ketua DPR RI Puan Maharani menyambut baik langkah Presiden Prabowo Subianto yang menaikkan gaji hakim hingga 280 persen. Puan berpandangam kebijakan ini sebagai bentuk penghargaan negara terhadap peran strategis lembaga peradilan dalam menjaga supremasi hukum.
"Kenaikan gaji hakim oleh Presiden Prabowo patut diapresiasi sebagai ikhtiar memperkuat pilar peradilan dan menjaga supremasi hukum," kata Puan berdasarkan keterangan resminya, Jumat (13/6/2025).
"Kenaikan gaji bagi hakim kita harap menjadi motivasi untuk reformasi sistem kehakiman secara menyeluruh. Punishment dan reward penting untuk perbaikan tata kelola promosi," ujar Puan.
Adapun Presiden Prabowo mengumumkan secara resmi bahwa Pemerintah akan menaikkan gaji hakim hingga 280 persen. Hal itu disampaikan dalam acara pengukuhan Hakim Mahkamah Agung (MA).
Kenaikan gaji hakim juga sudah pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Perubahan PP Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung (MA).
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu mengatakan langkah Prabowo menaikkan gaji hakim dinilai Puan sejalan dengan semangat memperkuat sistem hukum nasional. Ia memandang kebijakan ini sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk mendorong profesionalisme hakim dalam menegakkan hukum secara adil.
"Kenaikan gaji ini merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang berpihak pada penguatan kelembagaan hukum. Harapannya, dengan kesejahteraan yang lebih layak, hakim dapat menjalankan tugas secara independen," kata Puan.
Meski begitu, mantan Menko PMK ini mengingatkan agar kenaikan gaji bagi hakim harus dibarengi dengan peningkatan kinerja demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Puan berharap kenaikan gaji hakim dapat meminimalisir penyimpangan di institusi peradilan.
"Menambah gaji hakim penting sebagai bentuk penghargaan negara terhadap fungsi peradilan. Peningkatan gaji juga harus diiringi dengan perbaikian integritas para hakim," ujarnya.
"Integritas bukan komoditas yang bisa dibeli negara. Ia dibentuk dari sistem etik yang tegas, mekanisme audit yang ketat, dan keberanian menindak pelanggaran tanpa kompromi," tambah Puan.
