JAKARTA (RA) - Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Andreas Hugo Pareira, menegaskan setelah merampungkan kajian awal Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), akan segera melaporkan kepada pimpinan MPR pada sidang tahunan lalu. Selanjutnya, hasil dari pembahasan itu akan ditindaklanjuti oleh pimpinan MPR RI.
"Apakah nanti dibentuk Panitia Adhoc untuk pembahasan lebih lanjut yang berkaitan dengan PPHN tersebut," ujarnya dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia bertema 'Implementasi Pidato Presiden Saat Sidang MPR RI Tahun 2025' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Andreas menambahkan ada dua hal yang menjadi fokus dalam PPHN yang telah dibahas oleh Badan Pengkajian MPR RI. Yakni substansi dari PPHN, dan bentuk hukum dari PPHN.
"Opsi hukumnya bisa lewat amandemen UUD, TAP MPR, atau undang-undang. Namun, kalau lewat undang-undang, kita sudah punya RPJPN. Itu bisa menimbulkan persoalan. Bahkan bisa diuji di Mahkamah Konstitusi. Karena itu, opsi ini harus dikaji lebih mendalam," katanya.
Andreas mengatakan sejak reformasi, haluan negara tak lagi menjadi bagian sistem ketatanegaraan, digantikan oleh visi dan misi Presiden. Karenanya apabila PPHN ingin dihadirkan kembali, harus ada kejelasan hukum dan legitimasi konstitusional agar tidak menimbulkan tumpang tindih dengan RPJPN atau peraturan perundang-undangan lainnya.
"Ini yang ingin kita tata kembali, agar pembangunan bangsa punya arah jangka panjang yang berkesinambungan," ujarnya.
Menyinggung pidato Presiden Prabowo Subianto dalam sidang tahunan MPR 2025, Andreas menilai banyak hal positif, terutama soal komitmen menjaga kekayaan alam agar tidak terus mengalir ke luar negeri. Namun, ia mengingatkan agar optimisme itu sejalan dengan kondisi riil di lapangan.
"Sejumlah poin yang disampaikan Presiden cukup baik, terutama terkait komitmen untuk menjaga agar kekayaan alam Indonesia tak terus mengalir ke luar negeri," tegasnya.