RIAU (RA) - Gubernur Riau, Abdul Wahid, menyampaikan sejumlah persoalan penting yang sedang dihadapi Provinsi Riau dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri dan seluruh kepala daerah se-Indonesia, Rabu (30/4/2025).
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda itu, Wahid mengungkapkan kondisi fiskal Riau yang semakin berat.
Pendapatan dari sektor migas yang dulu menjadi andalan, kini menurun drastis.
Ia menyebut, jika sebelumnya Riau menerima lebih dari Rp3 triliun per tahun dari transfer migas, kini hanya tersisa Rp350 miliar.
"Tahun ini kami berpotensi defisit Rp3 triliun lebih. Ini disebabkan tunda bayar pihak ketiga Rp1 triliun, gaji pegawai, dan tunda salur ke kabupaten/kota," ujar Wahid.
Menurutnya, pendapatan daerah tahun ini hanya sekitar Rp8,2 triliun, sementara kebutuhan belanja dalam APBD 2025 mencapai Rp9,7 triliun.
Meski begitu, ia tetap berkomitmen menjalankan pemerintahan dengan maksimal.
Gubernur Wahid juga menyoroti ketimpangan Dana Bagi Hasil (DBH), terutama dari sektor kelapa sawit.
Meski Riau merupakan produsen sawit terbesar di Indonesia, dana bagi hasil yang diterima justru kalah dibanding provinsi lain.
"PDRB kami naik tiap tahun, tapi DBH terus menurun. Ini tidak adil," tegasnya.
Ia menambahkan, sistem transfer Dana Alokasi Umum (DAU) yang kini bersifat earmarked seperti DAK menyulitkan daerah untuk berinovasi.
Realisasi transfer pusat ke daerah juga masih rendah, baru mencapai 13 persen dari seharusnya 25 persen.
Wahid turut mengkritisi pembatasan usia dalam pengangkatan direksi dan komisaris BUMD yang dinilai menghambat perekrutan profesional.
"Kami butuh orang yang ahli, tidak selalu ditentukan dari usia. Mohon Permendagri ini ditinjau kembali," katanya.
Dalam kesempatan itu, Wahid juga mengangkat isu terkait ketidakjelasan nasib BUMD yang tidak sehat seperti Riau Airlines, serta mendorong penguatan peran BLUD, khususnya di sektor pendidikan kejuruan seperti SMK.
Ia juga mempertanyakan pelaksanaan otonomi daerah yang menurutnya masih terasa sentralistik.
Salah satunya terkait prosedur teknis dari pusat dalam pengangkatan pejabat daerah.
"Ini otonomi daerah atau sentralisasi? Kami diminta kerja cepat, tapi tak diberi ruang memilih orang yang bisa mendukung kerja kita," ujarnya.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menjelaskan pemanggilan para gubernur salah satunya karena pernyataan Wahid tentang defisit APBD Riau yang sempat viral.
Ia mengakui perlunya evaluasi terhadap sistem transfer pusat ke daerah agar dana bisa disalurkan tepat waktu dan digunakan secara fleksibel.
"Kita ingin pastikan dana dikucurkan tepat waktu, dan penggunaannya tidak kaku," katanya.
Rifqinizamy juga mendukung usulan revisi batas usia pejabat BUMD, serta meminta Gubernur Riau menertibkan izin HGU sawit yang berpotensi merugikan negara.
Rapat ini membahas empat agenda utama, penyelenggaraan pemerintahan daerah, mekanisme dana transfer pusat ke daerah, pengelolaan BUMD dan BLUD, serta manajemen kepegawaian.