JAKARTA (RA) - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo, mengungkapkan bahwa salah satu poin krusial dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah rencana mengembalikan sistem rekrutmen ASN dari desentralisasi ke sistem sentralisasi di bawah kendali pemerintah pusat.
Hal ini disampaikan Firman dalam diskusi Forum Legislasi bertema "RUU ASN Menjadi Harapan untuk Kesejahteraan ASN" yang digelar di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
"Kalau saya dengar tadi, ini baru cuitan di luar, bahwa ini akan ditarik ke pusat. Semua kewenangan akan disahkan kepada Presiden. Untuk mutasi jabatan, untuk pengangkatan," ujar Firman.
Menurut Firman, rencana ini dilatarbelakangi oleh maraknya praktik korupsi dalam proses rekrutmen ASN di daerah, yang bahkan menyeret sejumlah kepala daerah ke ranah hukum.
"Sudah banyak kepala daerah, baik Gubernur, Bupati, maupun Wali Kota, menjadi tersangka dalam proses rekrutmen ASN. Walaupun ada yang diklaim memakai sistem tender, ternyata tender itu pun bisa diatur. Teknologi tetap dikendalikan oleh manusia," ungkapnya.
Namun, Firman juga mewanti-wanti agar peralihan kewenangan ke pusat tidak justru memindahkan praktik transaksional dari daerah ke pusat.
"Saya khawatir transaksionalnya itu malah berpindah dari daerah ke pusat. Ini yang saya kuatirkan," tegasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti potensi penumpukan beban kerja di tingkat pusat, terutama pada Presiden.
"Yang saya pikirkan itu adalah kalau semuanya beban itu nanti dilimpahkan kepada Presiden, apakah beliau punya waktu untuk itu?" tambah Firman.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, meminta Badan Keahlian DPR (BKD) untuk mengkaji secara mendalam usulan revisi UU ASN agar tidak bertentangan dengan konstitusi dan prinsip dasar desentralisasi dalam sistem pemerintahan Indonesia.
"Komisi II sendiri belum menerima usulan secara utuh dengan draft-nya. Maka kami minta BKD mengkaji secara serius agar RUU ASN yang sudah masuk Prolegnas 2024–2029 itu tidak bertentangan dengan konstitusi. Sebab kalau bertentangan, RUU itu bisa ditarik atau dibatalkan," jelas Zulfikar.