Baleg : Revisi UU Penyiaran Harus Antisipatif sesuai Kebutuhan Zaman

Baleg : Revisi UU Penyiaran Harus Antisipatif sesuai Kebutuhan Zaman
Forum Legislasi bertajuk 'Menuju Era Baru, RUU Penyiaran Perlu Ikuti Kemajuan Teknologi (foto : Ist)

Riauaktual.com - Anggota Badan Legislasi Firman Subagyo mengatakan revisi RUU Penyiaran itu harus antisipatif, represif, dan dinamis sesuai kebutuhan zamannya. Apalagi perkembangan media sosial sangat dahsyat ini, harus menghindari monopoli, juga tidak cermat apakah media itu membayar pajak atau tidak

"Jangan sampai negara dirugikan oleh pelaku media asing. Karena itu, KPI harus diberi ruang untuk mengawasi media digital ini. Dalam masa sidang ini harus selesai, jangan sampai carry over ke anggota DPR baru 2024, karena akan dimulai dari nol lagi," ujar Firman dalam diskusi forum legislasi bertajuk 'Menuju Era Baru, RUU Penyiaran Perlu Ikuti Kemajuan Teknologi' di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (19/3/2024).

Firman menambahkan Baleg telah melakukan harmonisasi pasla-pasal dalam draf revisi UU Penyiaran seperti yang diminta Komisi I DPR. Saat pembahasan harmonisasi, Baleg sempat menolak kesepakatan Komisi I DPR dan pemerintah yang ingin agar penyediaan infrastruktur penyiaran dan pengelolaan frekuensi dipegang oleh lembaga penyiaran negara (TV publik) yaitu TVRI.

Usulan itu ditolak Baleg karena dianggap sebagai praktik monopoli. Karena ada dua kepentingan yang berbeda. Ada sebuah seperti rekayasa monopoli. Itu yang kami menolak termasuk kami dari Fraksi Golkar. "Karena monopoli itu harus dihindari. Kalau bicara monopoli ketika dimonopoli oleh pemerintah maka ini merupakan kiamat bagi Indonesia, karena kita akan ketinggalan," ujar Firman.

Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis mengakui sudah terlalu lama dan perkembangan teknologi pun begitu pesat, sehingga mengharuskan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ini dilakukan perubahan. Isu sentralnya seluruh bentuk penyiaran dengan perlakuan hukum yang sama.

Ia berpendapat  media digital jangan memberi dampak buruk kepada masyarakat. Misalnya caci-maki, misuh-misuh seperti tradisi di Jawa Timur, dalam rangka menjaga etika tidak boleh diberlakukan sama di daerah lain.

"Insya Allah tidak lama lagi akan diparipurnakan untuk disahkan. Yang terpenting kedua media/TV digital dan konvensional mendapat perlakuan sama di tengah kemajuan teknologi saat ini," katanya.

Sedangkan Anggota KPI Pusat Mimah Susanti mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Penyiaran, agar KPI bisa menjalankan tugas dan fungsinya untuk mengontrol seluruh jenis penyiaran baik digital maupun konvensional. "Apalagi, yang digital sekarang mengalami perkembangan yang sangat pesat, dan jika bebas dampaknya bisa buruk bagi generasi muda bangsa ini," ujarnya. 

#DPR/MPR RI

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index