Gugatan Ayah Atta Halilintar VS Yayasan di Riau, Begini Penjelasannya

Gugatan Ayah Atta Halilintar VS Yayasan di Riau, Begini Penjelasannya
Ilustrasi.

Riauaktual.com - Sengketa kepemilikan aset antara Halilintar Anofial Asmid, ayah dari youtuber kondang Atta Halilintar dengan Yayasan Al Anshar Pekanbaru, masih terus bergulir. Halilintar menggugat yayasan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru terkait dengan kepemilikan aset berupa objek tanah bernilai miliaran.

Kuasa hukum Yayasan Al Anshar Pekanbaru, Dedek Gunawan mengatakan sidang gugatan sudah berjalan sebanyak 3 kali dengan agenda mediasi. Sebab, dalam ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016, pihak berperkara wajib dimediasi terlebih dahulu. 

"Tetapi berdasarkan pemanggilan secara resmi dan patut oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru, pihak penggugat Halilintar Anofial Asmid tidak pernah hadir, tidak pernah mau datang," kata Dedek, Kamis (14/3).

Hakim mediator yang sudah ditunjuk oleh majelis hakim yang memeriksa perkara ini lantas menyimpulkan dan membuat berita acara, bahwa Halilintar Anofial Asmid selaku penggugat tidak beritikad baik. Ini akan disampaikan ke hakim yang memeriksa perkara ini.

"Sidang selanjutnya masih menunggu surat pemanggilan relaas dari Pengadilan Negeri Pekanbaru," jelas Dedek.

Dedek menjelaskan perkara Halilintar yang melayangkan gugatan terhadap yayasan tersebut berawal dari tanah yang dibeli pada tahun 1993. Saat itu, Halilintar masih bergabung ke yayasan Al Anshar, (ketika itu dengan nama berbeda).

Kemudian pihak Yayasan menunjuk Halilintar menjadi pimpinan. Sehingga Halilintar punya wewenang mengambil alih semua aset yayasan.

"Tanah yang menjadi objek sengketa hari ini, dibuat atas nama beliau. Tahun 2003 beliau diberhentikan dari yayasan. Tentu aset-aset yayasan yang atas nama beliau, diminta kembali," kata Dedek.

Dia menjelaskan ada beberapa bagian aset yang sudah dikembalikan, namun tanah yang menjadi objek sengketa belum dikembalikan. 

"Pertanyaannya, kenapa Halilintar yang justru menggugat, dia mengklaim itu tanahnya," jelasnya.

Tak hanya itu, Dedek mengatakan pihak yayasan sudah beberapa kali melakukan upaya untuk bisa mediasi atau menyelesaikan perkara ini secara kekeluargaan dengan Halilintar.

"Karena bagaimana pun beliau ini lahir dan dibesarkan oleh Yayasan Al Anshar, waktu itu beliau kan belum (punya nama besar) seperti sekarang. Artinya sudah terbangun hubungan emosional cukup lama dengan kawan-kawan anggota yayasan. Makanya beberapa kali dicoba untuk mediasi, gagal," terang Dedek.

Dedek mengisahkan pada tahun 2005, pihak yayasan berhasil menemui Halilintar. Saat itu ada pembicaraan antara kedua belah pihak di rumah Halilintar di Pondok Indah, Jakarta.

"Diserahkan ke salah satu pengurus yayasan (untuk pengalihan aset) ke DR Isdam. Tapi beliau belum sempat, sudah diterima surat kuasa jual dari Halilintar, belum sempat ditindaklanjuti untuk dialihkan kembali, dan beliau meninggal dunia," ucap Dedek.

Lalu akta berupa kuasa jual batal demi hukum. Pihak yayasan akhirnya kembali mencoba, namun beliau (Halilintar) tidak mau lagi, malah berbalik arah mengklaim.

Dedek menegaskan, pihaknya berencana akan melakukan upaya gugatan balik terhadap Halilintar Anofial Asmid.

"Klien kita sudah kontak, menemui saya di Jakarta, meminta saya gugat balik. Rencana dalam minggu ini akan kita daftarkan, nanti saya beri tahu kawan-kawan media," tandas Dedek.

Dalam website resmi PN Pekanbaru dengan alamat https://sipp.pn-pekanbaru.go.id gugatan ini teregister dengan nomor perkara 35/Pdt.G/2024/PN Pbr.

Ada dua pihak yang digugat oleh Halilintar Anofial Asmid, di antaranya yakni Haji Saepuloh dan Yayasan Al Anshar Pekanbaru.

Humas Pengadilan Negeri Pekanbaru DR Salomo Ginting saat dikonfirmasi membenarkan adanya gugatan tersebut. Dia menyebutkan sidangnya Halilintar dengan Yayasan Al Anshar Pekanbaru masih tahap mediasi.

"Masih menunggu laporan hasil mediasi," kata Salomo Jumat (15/3).

Informasi yang dihimpun, gugatan ini berkaitan dengan surat dokumen atau aset kepemilikan yayasan. Gugatan ini didaftarkan pada 23 Januari 2024 lalu. Perkara ini kini sedang tahap mediasi, yang dilakukan oleh mediator hakim Lifiana Tanjung.

Sementara itu, ada beberapa poin petitum gugatan. Pertama, meminta hakim menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.

"Menyatakan bahwa perbuatan yang telah dilakukan oleh Tergugat 1 dan Tergugat 2 adalah Perbuatan Melawan Hukum," isi petikan petitum.

Selanjutnya, meminta hakim menghukum Tergugat 1 dan Tergugat 2 untuk menyerahkan kembali Sertifikat Hak Milik Nomor 3.770 Tahun 1998 tanggal 4 April 1998 dan Sertifikat Hak Milik Nomor 4546 Tanggal 28 September 1999 kepada Penggugat.

"Menghukum Tergugat untuk mengganti kerugian materil Penggugat sejumlah Rp29.762.000.000 (dua puluh sembilan miliar, tujuh ratus enam puluh dua juta rupiah); Menghukum Tergugat untuk mengganti kerugian imateriil Penggugat sejumlah Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)," lanjut petitum itu.

Berikutnya, menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas objek tanah milik Penggugat dengan identitas sertifikat hak milik yakni Sertifikat Hak Milik Nomor 3.770 Tahun 1998 dengan luas tanah ±13.958 M2, tanggal 4 April 1998 dan Sertifikat Hak Milik Nomor 4546 tanggal 28 September 1999 dengan luas tanah ±923M2.

Kemudian, memerintahkan kepada Tergugat 1 dan Tergugat 2 untuk menyerahkan penguasaan objek tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 3.770 Tahun 1998 tanggal 4 April 1998 dengan luas tanah ±13.958 M2 dan Sertifikat Hak Milik Nomor 4546 Tanggal 28 September 1999 dengan luas tanah ±923 M2 kembali kepada Penggugat.

"Menghukum Tergugat 1 dan Tergugat 2 untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp1.000.000 (satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, apabila lalai untuk menjalankan putusan ini; Menghukum Tergugat 1 dan Tergugat 2 untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini," lanjut isi petitum.

#Hukrim

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Pekanbaru

Index

Berita Lainnya

Index