Riauaktual.com - Tim penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau sedang merampungkan pemeriksaan ahli dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Saluran Kabel Tekanan Tinggi (SKTT) 150 kV Gas Insulated Substation (GIS) Pekanbaru, Gardu Indu Garuda Sakti.
"Sejauh ini tim penyidik sedang proses permintaan keterangan Ahli Jaringan Listrik Tegangan Tinggi dan Ahli Konstruksi," ungkap Asisten Pidana Khusus Kejati Riau, Imran Yusuf, Kamis (25/5/2023) siang di Pekanbaru.
Dimana tim Ahli Jaringan Listrik Tegangan Tinggi didatangkan dari Universitas Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Ahli Kontruksi dari Universitas Lancang Kuning.
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Supardi sebelumnya mengatakan sejauh ini Penyidik Pidsus Kejati Riau tengah merampungkan pemeriksaan saksi.
"Jadi semua saya kejar. Secara prinsip saksi udah lumayan lah, sudah hampir rampung," katanya beberapa waktu lalu.
"Kemudian juga ada beberapa dari pihak rekanan. Yang dulu, yang pertamanya kan, owner perusahaannya (telah) meninggal. Tapi kan ada pengurusnya, kita coba panggil. Kayaknya habis lebaran juga tu jatuhnya. Karena posisinya di Jakarta, bosnya juga sudah uzur-uzur semua," sambung Supardi.
Selain itu, penyidik telah menyita sejumlah dokumen dari penggeledahan di Kantor PT PLN IIP Sumbagteng yang berlokasi di Perum Citra Garden, Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan, Pekanbaru, dan Kantor PT Twink Indonesia yang beralamat di Twink Center 7th Floor, Jalan Kapten Tendean Nomor 82 Jakarta Selatan.
Diketahui kasus dugaan korupsi ini terjadi tahun 2019. Dimana saat itu Unit Induk Pembangunan (UIP) PLN Sumatera Bagian Tengah, Unit Pelaksana Proyek Jaringan (UPTJ) Riau-Kepri, melaksanakan pembangunan SKTT bawah tanah.
Nilai pagu pekerjaan pembangunan proyek ini, sebesar Rp320 miliar lebih. Dana ini bersumber dari anggaran PLN. Dari nilai pagu itu, disepakati berdasarkan hasil proses pelelangan terbatas, proyek dimenangkan oleh perusahaan dengan inisial PT T.
Kemudian dilaksanakan kontrak dengan nilai Rp276 miliar lebih. Lalu dilakukan adendum pertama terkait perubahan nilai kontrak sebesar Rp306 miliar lebih. Dan dilakukan pula adendum kedua terkait perubahan nilai kontrak menjadi Rp309 miliar lebih.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan sebelumnya, Jaksa menemukan beberapa dugaan perbuatan melawan hukum yang terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara. Karena sampai saat ini, pekerjaan tersebut belum selesai dan belum fungsional.