Riauaktual.com - Mantan Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono turut menanggapi isu pergantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
"Walaupun kini saya menggeluti dunia seni dan olahraga, tapi sebagai warga negara tentulah saya tidak kehilangan hak asasi untuk peduli dan menyampaikan pendapat. Berangkat dari niat dan tujuan yang baik," ucap SBY, Ahad (19/2/2023).
SBY turut mempertanyakan apakah sebuah sistem pemilu diubah dan diganti ketika proses pemilu sudah dimulai, sesuai dengan agenda yang ditetapkan oleh KPU. Kemudian, tepatkah ditengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan.
"Ini tentu dengan asumsi bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini," katanya lagi.
Menurutnya, penataan sejumlah elemen lebih baik dilakukan dibanding upaya penyempurnaan yang hanya bergerak dari terbuka menjadi tertutup semata.
"Di masa tenang saat ini, lebih baik dilakukan perembugan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK. Sangat mungkin sistem pemilu Indonesia bisa kita sempurnakan," ungkapnya.
SBY menyebutkan dalam tatanan kehidupan bernegara yang baik dan sistem demokrasi yang sehat, ada semacam konvensi baik yang bersifat tertulis maupun tidak. Jika hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, bentuk negara serta sistem pemerintahan dan sistem pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara.
"Dalam hal ini, rakyat perlu dilibatkan. Ada yang menggunakan sistem referendum yang formal maupun jejak pendapat yang tidak terlalu formal. Menurut saya, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat secara keseluruhan," katanya.
"Consensus Building yang sering diwujudkan dalam musyawarah untuk mufakat, berdialog dan berembuk, take and give, itulah nilai-nilai yang diwariskan oleh para pendiri republik dahulu. Saya mempelajari secara mendalam, bagaimana dengan cerdas dan arifnya, Founding Fathers kita, Bung Karno, Bung Hatta, Yamin, Supomo, Ki Bagus dan lain-lain, bersedia untuk berembuk dan saling mendengar untuk merumuskan dasar-dasar negara yang dinilai paling tepat," lanjutnya.
Lebih jelasnya, SBY menyebutkan rakyat perlu diberi penjelasan mengenai sistem tersebut. "Mereka harus tahu kalau yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup, mereka harus memilih parpol yang diinginkan. Selanjutnya partai politiklah yang menentukan siapa orang yang akan jadi wakil mereka. Sementara, jika sistem proporsional terbuka yang dianut, rakyat bisa memilih partainya, bisa memilih orang yang dipercayai bisa menjadi wakilnya, atau keduanya," jelas SBY.
SBY juga mengingatkan bahwa perkara besar yang tengah ditangani oleh MK ini adalah isu fundamental, hakikatnya salah satu fundamental consensus. Apalagi, putusan MK bersifat final dan mengikat. Bagaimana jika putusan MK itu keliru, tentu bukan sejarah seperti itu yang diinginkan oleh MK, maupun generasi bangsa saat ini.
"Negeri ini harus memiliki budaya untuk selalu mengedepankan the power of reason. Begitulah karakter bangsa yang maju dan rasional. Permasalahan bangsa mesti dilihat secara utuh dan seraya tetap berorientasi ke depan, serta untuk memenuhi aspirasi besar rakyatnya. Bukan pikiran dan tindakan musiman, apalagi jika bertentangan dengan kehendak dan pikiran bersama kita sebagai bangsa," pungkasnya.