Riauaktual.com - Atan terperangah. Lonjakan Covid-19 di Jawa dan Bali makin parah.
Beritanya siang malam. Mulai dari rumah sakit hingga kuburan. Dari kekurangan oksigen dan bermacam jenis virus baru bermunculan. Juga viralnya emak-emak rebutan susu beruang.
Setiap hari Atan membuka TV, beritanya terus berulang. Akibatnya, dia justru kerap sulit bernapas terlebih dahulu setiap kali menonton TV.
Padahal biasanya dia tak pernah ambil pusing.
Mau soal peringkat Indonesia yang turun dari negara setengah maju menjadi kembali ke negara miskin. Rupiah anjlok hutang meningkat. Atau soal Prabowo, sang idolanya podcast dengan Deddy Corbuzier.
Atan, atau pemuda yang bernama lengkap Hidayat Sahrul itu memang tidak tinggal di Jawa. Apalagi Bali yang hanya sebatas mimpi untuk disinggahinya.
Atan sendiri bermastautin di Riau. Provinsi yang berjarak dua jam dari Jakarta jika menggunakan Garuda.
Di Riau, kondisinya relatif lebih aman dan kondusif. Paling tidak untuk saat ini. Tidak terlalu mengerikan seperti di Jakarta. Yang kini terengah-engah akibat varian Delta.
Tapi sekarang berbeda. Ini Corona. Bergidik bulu kuduknya membayangkan itu.
Apalagi bila membayangkan jika Jawa dan Bali bocor. Merembes ke Sumatera dan Riau.
Apalagi kalau di Riau, yang kini juga dalam ancaman asap.
Apalagi itu sangat mungkin terjadi. Hanya menunggu waktu. Apalagi kalau penerbangan Pekanbaru-Jakarta masih terus beroperasi.
Ibarat atap rumah, situasinya seperti genteng usang, rapuh, renggang, lapuk. Rentan bocor, sampai ambruk.
Apalagi kalau sampai diguyur hujan lebat, angin hebat. Dari aktivitas-aktivitas yang tak dihambat.
Kalau sudah bocor, apalagi ambruk, maka sebanyak apapun kain lap yang digunakan untuk membersihkan, sia-sia.
Bingung mana yang mau dilap, ditambal, atau diperbaiki. Mana yang diantisipasi.
Ibarat ranjau paku, juga sudah sangat banyak. Bertebaran paku-paku tajam di jalanan. Tinggal menunggu kendaraan mana yang melintas. Yang tertusuk. Lalu bocor. Lagi dan lagi.
Sayangnya tambal ban ada. Anginnya yang tak ada. Atau anginnya ada, tapi mahal.
Apalagi kalau kendaraannya melaju tak terbatas. Batasnya hanya sekedar terpasang. Namun tak dimanfaatkan.
Semakin banyak ban yang bocor.
Atan bingung tapi tak pernah berhenti berdoa. Dia sudah coba untuk patuh. Mengikuti petunjuk yang diputuskan.
Keluarganya juga begitu. Anak semata wayangnya juga sama. Begitu juga istrinya. Yang selama ini tak pernah berkomentar soal berita, kini paham sekali dengan Corona. Juga varian dengan nama keren itu.
Dia terpaksa tau karena khawatir. Akan anaknya yang masih kecil. Orang tuanya yang mulai renta.
Orang Indonesia memang akan patuh apabila takut. Tapi terkadang lebih banyak yang tidak memiliki rasa takut. Bahkan kepada Tuhan sekalipun.
Lihat saja, disumpah dengan kitab suci, tapi bansos Corona masih saja dikorupsi.
Juga lihat saja. Di luar sana. Banyak Bedul dan Atan lain yang masih enggan. Berperang melawan ideologi benar atau bualan.
Juga masih menunggu dengan cermat. Bagaimana kebijakan, langkah, dan strategi pemimpin si Atan untuk menangani ini.
Pemimpin yang dulu sempat bilang Corona itu hal biasa. Akan hilang sendirinya. Tidak perlu panik dan histeria. Tak perlu lockdown kota Jakarta.
Tidak perlu menyalahkan. Sekarang waktunya untuk bersama, gotong royong, dan melakukan perbaikan. Doa Atan bersama dengan kalian. Para penduduk yang tengah berjuang.