Riauaktual.com - Kasus pengusutan dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif massal di DPRD Rokan Hilir (Rohil) tahun 2017 pekan depan akan dinaikkan ke tahap sidik atau penyidikan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Andi Sudarmadi, menyatakan, saat ini pihaknya terus menjalankan proses penyelidikan kasus tersebut.
Mantan Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Riau ini mengatakan, pihaknya di tahun 2020 lalu, sengaja kembali membuka penyelidikan, karena memang cukup lama terhenti.
"'Tidak ada masalah, yang jelas proses Lidik terus berjalan,'' kata Andri.
Artinya, meski adanya tindakan melakukan pra peradilan terhadap pihaknya, Andri menegaskan, ia tidak ambil pusing dengan gugatan tersebut.
''Progresnya bagus dan minggu depan Insya Allah kasusnya naik penyidikan,'' ungkap Andri.
Merespon langkah praperadilan itu, Andri mengatakan, pihaknya seharusnya mendapat support atau dukungan.
''Kita tidak terpengaruh praperadilan, kita maju terus untuk ungkap kasus ini. Biar masyarakat yang menilai,'' sebut Andri.
Penanganan perkara itu menindaklanjuti laporan yang diterima Polda Riau pada 2018. Laporan itu terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohil oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau tahun 2017.
Dalam LHP itu dinyatakan terdapat dugaan penyimpangan SPPD yang digunakan anggota dewan tanpa Surat Pertanggungjawaban sehingga potensi kerugian negara mencapai miliaran rupiah. Atas temuan itu sejumlah anggota DPRD Rohil kala itu berbondong-bondong mengembalikan dana tersebut ke kas daerah.
Dalam proses pengusutan, penyidik sudah memeriksa seluruh anggota DPRD Rohil periode 2014 - 2019, Sekretaris Dewan (Sekwan) Rohil, Pengguna Anggaran, bendahara pengeluaran, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan saksi ahli.
Selain meminta keterangan saksi dan mengumpulkan dokumen, penyidik juga berkoordinasi dengan auditor dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Sebelum diusut kembali. Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formasi) Riau melakukan praperadilan terhadap Kepolisian Daerah (Polda) Riau dipraperadilankan terkait pengusutan dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif massal di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Rokan Hilir (Rohil) 2017.
Gugatan Formasi tenyata tidak hanya menyasar Polda Riau, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata juga turut digugat. Dimana, Polda Riau sebagai termohon I dan KPK sebagai termohon II.
"Kami menggugat karena kasus mangkrak,'' ujar Sekretaris Formasi, Heri Kurnia.
Dalam hal ini, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau telah menangani kasus SPPD fiktif di DPRD Rohil sejak 2018 lalu. Namun hingga kini, pengurusan perkara tidak jelas.
Sidang praperadilan ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri Pekanbaru dipimpin hakim tunggal Iwan Irawan.
''Sejak di 2018 sampai sekarang, belum ada kejelasan dari pihak kepolisian tentang perkara ini, apakah sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan. Upaya (praperadilan) kami lakukan untuk mencari kejelasan tentang status hukum SPPD fiktif di DPRD Rohil,'' ungkap Heri.
Turutnya KPK digugat, dikarenakan menurut Heri, fungsinya tidak menjalankan tugasnya melakukan supervisi dan fungsi pengawas. ''Itulah alasan Polda dan KPK kami gugat praperadilan,'' tegas Heri.