10 Prinsip Wajib di Kurikulum Baru

10 Prinsip Wajib di Kurikulum Baru
illustrasi (int)

JAKARTA (RA) - Sebuah kurikulum pendidikan harus mengandung sepuluh prinsip dasar. Oleh karena itu, kurikulum baru yang akan diterapkan oleh pemerintah harus sesuai dengan prinsip tersebut.

Prinsip pertama yang harus ada dalam kurikulum adalah kualitas. "Dengan kurikulum itu setiap peserta didik mampu mencapai yang terbaik bagi diri sendiri dan lingkungan," ujar Dosen Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Yusuf Hadi Miarso dalam Diskusi Kurikulum 2013 pada acara Teknologi Pendidikan (TP) Expo 2012 di Kampus UNJ, Jakarta Timur, Selasa (15/1/2013).

Prinsip kedua, adalah keserasian. Dalam prinsip ini terdapat sejumlah indikator, yaitu aspirasi perorangan, kebutuhan masyarakat, ketentuan perundangan, kondisi lingkungan, tuntutan zaman, serta teori dan konsep.

"Prinsip ketiga adalah efektivitas dengan empat indikator, yakni usaha yang sistemik dan sistematik, sensitif atas perubahan, kejelasan tujuan dari tindakan, serta bertolak dari kemampuan yang bersangkutan," paparnya.

Keempat, lanjutnya, ialah efisiensi. Artinya, kurikulum tersebut sepadan antara waktu, tenaga, dan biaya yang digunakan untuk membuat kurikulum dengan hasil yang diperoleh.

"Selanjutnya, kurikulum harus memiliki prinsip kesinambungan yang meliputi tidak adanya sekat antara pendidikan formal, informal, dan nonformal, serta proses belajar berlangsung kapan pun, di mana pun, dan dari siapa pun. Belajar itu proses sosial. Pembelajaran di sekolah hanya 15 persen, sisanya terjadi di luar sekolah," urai Yusuf.

Yusuf mengimbuh, prinsip keenam yang harus ada dalam setiap kurikulum adalah keluwesan. Berdasarkan prinsip ini, kurikulum harus memiliki basis inti yang sama atau setara, kesempatan untuk melakukan perkembangan baik bagi sekolah, tenaga pendidik, maupun peserta didik, serta memuat muatan lokal sebagai bentuk keragaman Nusantara.

Ketujuh, ujar Yusuf, ialah prinsip keberlanjutan. "Prinsip ini meliputi tiga indikator, yaitu memungkinkan berlangsungnya pendidikan sepanjang hayat serta memberi kesempatan yang adil dan bermanfaat. Perlu dipikirkan untuk siapa keadilan dan kebermanfaatan tersebut. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) jelas bertentangan dengan semangat itu," tuturnya.

Prinsip selanjutnya, tambah Yusuf, terkait pendekatan yang dilakukan dari bawah (student centered) tidak lagi top down yang dimulai dari pemerintah pusat, baru ke kelas. Pendekatan ini dimulai dari apa kegiatan yang diharapkan peserta didik hingga konsekuensi yang berjenjang ke atas.

Kesembilan, katanya, kurikulum harus memiliki prinsip basis yang luas. Artinya, pembuatan kurikulum tidak sekadar penguasaan atas suatu bidang tapi harus lintas disiplin ilmu serta mempertimbangkan seluruh aspek perkembangan.

Terakhir, lanjutnya, berupa prinsip untuk menganalisa kondisi pendidikan saat ini, yakni dengan menggunakan analisa TOWS yang meliputi threat seperti persaingan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), opportunity seperti otonomi perguruan tinggi, weakness seperti keterbatasan anggaran dan kompetensi, serta strength yang menyangkut komitmen organisasi dan sebagainya.

"Tidak lagi dimulai dengan SWOT, yakni analisa kekuatan terlebih dahulu, analisa dilakukan dengan mengetahui tantangan. Sehingga kondisi internal bisa tersentuh. Maka, silakan kalian menilai sendiri sudah sesuaikah kurikulum 2013 dengan prinsip tersebut," imbuh Yusuf.

Sumber: Okezone
Editor: Riki

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index