Sertifikasi SNI dinilai lindungi industri pelumas dalam negeri

Sertifikasi SNI dinilai lindungi industri pelumas dalam negeri
ilustrasi

Riauaktual.com - Kalangan industri berharap pemerintah segera memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pelumas. SNI ini diyakini akan membantu industri dalam negeri menghadapi kian derasnya produk impor pelumas.

"Perlu adanya suatu standar untuk melindungi konsumen dan produsen pelumas dalam negeri. SNI wajib akan menjamin mutu pelumas yang beredar sehingga konsumen akan diuntungkan. Efeknya, memajukan industri pelumas dalam negeri sekaligus meningkatkan daya saing industri dalam menghadapi MEA," ujar Corporate Secretary PT Pertamina Lubricants Arya Dwi Paramita di Jakarta, Rabu (8/2), sebagaimana dikutip dari merdeka.com.

Dengan penerapan SNI pada pelumas, katanya, akan ada perlindungan terhadap produsen dalam negeri sekaligus konsumen. Saat ini, terutama di berbagai daerah, banyak beredar pelumas dengan merk tidak jelas dan kualitas alakadar. Nah, jika SNI diberlakukan, akan bisa mengontrol dan menjaga kualitas pelumas yang beredar.

"Menentukan buruk atau baiknya kualitas kan harus ada standarnya, itu pentingnya SNI. Kami sebagai produsen lebih mengutamakan kepercayaan dan perlindungan konsumen dan tentunya fair competition," tegasnya Arya.

Menurutnya, pelumas impor boleh saja masuk asal harus sesuai dengan standar yang ditetapkan Indonesia. Barang yang diproduksi di dalam negeri, juga tentunya harus sesuai dengan standar yang diterapkan tersebut.

Merujuk data BPS dan Kementerian Perindustrian, industri pelumas dalam negeri mampu memproduksi pelumas jadi sebesar 1,8 Juta Kiloliter (KL) per tahun. Namun, kemampuan pasar dalam negeri untuk menyerap produksi pelumas dalam negeri hanya 47 persen dari total produksi pelumas jadi yang dihasilkan.

Kondisi ini membuat 950.000 kiloliter (KL) atau setara dengan 53 persen produk pelumas jadi tidak terserap oleh pasar dalam negeri. Apalagi, diperburuk dengan masuknya impor produk pelumas sehingga memperberat produsen produk pelumas dalam negeri.

Tak heran, selama 5 tahun terakhir neraca perdagangan produk pelumas jadi terus mengalami defisit. Untuk jenis pelumas non sintetik mengalami defisit USD 256,3 juta per tahun dan untuk jenis pelumas sintetik terjadi defisit USD 86,13 juta per tahun.

Impor pelumas non sintetik tahun 2016 didominasi oleh Singapura, dengan nilai impor USD 184,64 juta atau penguasaan 42,1 persen dari total impor. Sedangkan, impor pelumas sintetik tahun 2016 didominasi oleh Amerika Serikat, dengan nilai impor USD 23,17 Juta atau penguasaan 41,8 persen dari total impor.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kemenperin, Harjanto mengatakan, industri pelumas dalam negeri belum dapat menikmati gurihya pasar domestik. Sebab, peredaran pelumas impor masih merajalela. Sayangnya, wacana wajib SNI sejak 2007, hingga kini tak jelas dilaksanakan. Regulasi SNI pelumas juga masih bersifat sukarela.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index