PEKANBARU (RA) - Aksi besar yang digelar Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI) pada Kamis (20/11/2025) tidak hanya melibatkan mahasiswa dan aktivis, tetapi juga ratusan warga dari berbagai kabupaten yang selama ini terdampak langsung oleh penertiban kawasan hutan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH).
Sebagian besar merupakan masyarakat Pelalawan yang bersinggungan dengan penertiban di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
"Massa sebagian merupakan masyarakat Pelalawan yang terdampak penertiban Satgas PKH di Kawasan TNTN. Sebagian lainnya dari Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, Siak, dan Indragiri Hulu," kata Sekretaris Jenderal KOMMARI, Abdul Aziz.
Bagi masyarakat Pelalawan, aksi kali ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, mereka telah berulang kali menyampaikan penolakan terhadap relokasi yang ditawarkan pemerintah setelah lahan mereka diklaim berada di kawasan TNTN dan disita Satgas PKH.
Sebagian warga yang sejak puluhan tahun menetap dan mengelola lahan di sekitar TNTN merasa diperlakukan tidak adil. Selain tidak pernah diberi kesempatan menghadirkan bukti sejarah penguasaan lahan, mereka juga mengaku ditekan untuk menerima skema relokasi yang dinilai tidak manusiawi.
"Banyak warga yang tinggal secara turun-temurun di sana. Mereka tidak pernah diberi ruang untuk menjelaskan sejarah lahan, tetapi langsung dicap sebagai perambah. Lahan disita, rumah diratakan, dan mereka diminta pindah tanpa kejelasan," ujarnya.
Para peserta aksi dari Pelalawan membawa aspirasi utama: meminta pemerintah dan aparat penegak hukum menghentikan pendekatan represif dalam penertiban kawasan TNTN.
Mereka menilai Satgas PKH berjalan tanpa mekanisme verifikasi sosial, sehingga tidak membedakan antara masyarakat tempatan dengan pelaku perambahan skala besar.
Selain Pelalawan, massa dari Rohul, Rohil, Kampar, Siak, dan Indragiri Hulu juga mengaku mengalami persoalan yang sama: pemasangan plang kawasan hutan, pemanggilan ke Kejati, serta intimidasi agar menandatangani surat penyerahan lahan.
Menurutnya, aksi ini adalah bagian dari upaya masyarakat mencari keadilan. "Kami tidak ingin konflik antara masyarakat dan negara terus berulang. Yang kami minta hanya satu, perlakukan rakyat dengan adil dan hormati hak-hak mereka," tutupnya.
