PEKANBARU (RA) - Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila (MPW PP) Provinsi Riau menyoroti lambannya penanganan kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat DPRD Provinsi Riau yang ditaksir merugikan negara lebih dari Rp162 miliar, tahun anggaran 2020 dan 2021.
Sekretaris BPPH MPW PP Riau, Dr (C) Pandapotan Marpaung SH MH yang juga didampingi Kordinator Bidang Pidana, Buha Manik SH dan Sekretaris Bidang Pidana, Jimmy Zakaria SH, menilai kasus ini seharusnya sederhana untuk dituntaskan. Apalagi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menghitung kerugian negara yang jelas terjadi di masa pandemi Covid-19, saat tidak ada penerbangan namun anggaran perjalanan dinas tetap dicairkan.
"Ini menimbulkan pertanyaan besar, siapa yang bertanggung jawab dan ke mana aliran dana itu. Polda Riau berhutang penjelasan kepada masyarakat Riau," ujar Pandapotan dalam jumpa pers kepada Riauaktual.com, Selasa (18/9/2025).
Pandapotan juga mengingatkan bahwa pada 17 Juni 2025 pernah digelar perkara di Mabes Polri. Saat itu, Ditreskrimsus menyatakan ada seseorang berinisial M yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Kemudian, 19 Juni 2025 dijadwalkan gelar perkara lanjutan di Polda Riau untuk penetapan tersangka. Namun sehari sebelumnya, terduga Muflihun menggelar jumpa pers dan menyatakan dirinya tidak terlibat, meski mengaku mengetahui ke mana aliran dana tersebut.
"Dengan pernyataan itu seharusnya Polda Riau memanggil orang-orang yang dimaksud oleh Muflihun. Tetapi setelah jumpa pers, penanganan kasus ini justru melambat. Bahkan pemberitaannya pun berkurang," tegas Pandapotan.
Menurut Pandapotan, jika memang Polda Riau merasa terlalu berat menuntaskan kasus karena melibatkan banyak aktor politik, sebaiknya Mabes Polri turun tangan mengambil alih perkara.
"Tolong jaga marwah rakyat Riau. Jangan sampai kasus ini hilang begitu saja hanya karena ada kesepakatan politik di belakang meja. Inilah saatnya Kapolda Riau untuk melindungi tuah menjaga marwah yang sebenarnya. Kami berharap Kapolda Riau memiliki atensi yang disertai langkah konkrit untuk penyelesaian perkara ini," kata Pandapotan.
Senada, Koordinator Bidang Pidana BPPH MPW PP Riau, Buha Manik, menilai kasus dugaan korupsi ini dilakukan secara sistematis dan melibatkan lebih dari satu orang. Ia juga menyesalkan proses penegakan hukum yang lamban, sehingga menambah kekecewaan masyarakat.
"Penegakan hukum harus jelas, transparan, dan terbuka kepada publik. Momentum ini seharusnya dipakai untuk mendorong reformasi birokrasi, termasuk sistem keuangan negara yang transparan dan digital. Sehingga masyarakat percaya pemerintah daerah benar-benar mengelola anggaran dengan baik," ungkap Buha.
BPPH MPW Pemuda Pancasila Riau berharap Kapolda Riau memberikan atensi serius dan langkah konkret untuk menuntaskan perkara ini, agar uang rakyat senilai Rp162 miliar lebih tidak hilang begitu saja.
Terpisah, Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol, Anom Karibianto mengatakan, bahwa penyidikan tetap berjalan. Karena yang diterima gugatan oleh hakim pra peradilan hanya terkait penyitaan aset satu rumah di Pekanbaru dan satu apartemen di Batam.
"Kita (Polda Riau, red) hormati keputusan hakim pra peradilan. Kami akan pelajari terlebih dahulu pertimbangan hakim, sehingga menerima gugatan penggugat setelah kami menerima risalah putusan," jelas Kombes Pol Anom.
#POLDA RIAU
#DPRD Provinsi Riau
#Hukrim
#korupsi
