PEKANBARU (RA) - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau berkomitmen terus menyuarakan kebebasan bagi mahasiswa Fakultas Pertanian Khariq Anhar yang ditahan Polda Metro Jaya.
Sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap rekan mahasiswa yang dikriminalisasi, delegasi BEM Unri juga telah membesuk Khariq di Jakarta.
"Kami telah datang ke Polda Metro Jaya pada 8 September 2025 pukul 15.00 untuk membesuk Khariq Anhar. Kami ingin memastikan kondisi khariq dalam keadaan baik dan memberikan dukungan moril sebagai sesama aktivis yang tak pernah gentar memperjuangkan kebenaran," kata Presiden Mahasiswa Unri Ego Prayogo, Kamis (18/9/2025).
Dikatakan Ego, kunjungan itu juga sebagai bagian dari langkah nyata pihaknya dalam menolak praktik represif dan kriminalisasi yang mengekang kebebasan berpendapat.
"Khariq bukanlah kriminal, melainkan suara kritis yang harus dijaga dan didukung, bukan dijerat pasal multitafsir dan ditangkap secara sewenang-wenang," ungkapnya.
Ego menyebutkan penangkapan Khariq Anhar bukan hanya soal satu individu, melainkan ancaman nyata terhadap kebebasan berpendapat yang merupakan pilar utama negara demokrasi.
"Saat aktivis mahasiswa yang menyuarakan kritik dikriminalisasi, maka ruang publik dan demokrasi menjadi terkekang," kata Ego Prayogo, Kamis (18/9/2025).
Dikatakannya, tindakan represi tersebut tentu menimbulkan efek jera, sehingga masyarakat takut menyuarakan pendapat dan mengawasi kebijakan publik.
"Akibatnya, kontrol sosial melemah dan pemerintah kehilangan pengawasan kritis dari rakyatnya. Demokrasi yang sehat menuntut kebebasan berekspresi dihormati, bukan dihabisi dengan pasal-pasal multitafsir yang dipakai untuk mengekang. Negara harus jadi pelindung suara rakyat, bukan alat pembungkaman," ungkapnya.
Ego menegaskan BEM UNRI akan terus melawan segala bentuk ketidakadilan, memastikan perjuangan dan suara Khariq Anhar tetap hidup dan menginspirasi perubahan. Dan dukungan akan terus diperjuangkan sampai proses berjalan dengan adil.
"Kepada seluruh mahasiswa dan aktivis di mana pun berada, ingatlah suara perjuangan yang tak boleh padam. Kami menyerukan agar setiap langkah, setiap suara, dan setiap aksi kalian menjadi medan perjuangan tak kenal henti. Jangan biarkan kehendak represif aparat dan kekuatan penguasa memadamkan semangat kita," sebutnya.
"Kita perjuangkan Khariq sampai terbebas, hingga ia kembali ke kampus dan pangkuan rakyat di Pekanbaru. Perjuangan ini adalah panggilan sejati setiap
mahasiswa, menjaga demokrasi, menuntut keadilan, dan mempertahankan kebebasan berpendapat," katanya.
Kasus penangkapan Khariq Anhar menunjukkan adanya kegagalan sistem hukum dalam melindungi kebebasan berpendapat sebagai hak dasar warga negara. Proses penangkapan yang cacat prosedur, kekerasan yang dialami, serta penyalahgunaan pasal UU ITE yang multitafsir, adalah bentuk kriminalisasi yang
harus dihentikan.
"Kami mendesak pemerintah, khususnya Kepolisian Republik Indonesia, untuk segera menghentikan penyidikan dan proses hukum yang tidak sesuai aturan terhadap Khariq Anhar. emerintah harus menjamin perlindungan hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat," ucapnya.
Lebih jauh, BEM Unri meminta agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap penerapan pasal-pasal dalam UU ITE yang kerap dipakai untuk mengekang kritik dan mengkriminalisasi aktivis.
"Pemerintah harus menciptakan ruang demokrasi yang aman bagi mahasiswa dan seluruh rakyat berani bersuara. Hanya dengan penghormatan penuh terhadap hak sipil dan politik, negara demokrasi yang sejati dapat terwujud. BEM UNRI akan terus mengawal proses ini sampai keadilan ditegakkan," pungkasnya.
Untuk diketahui, mahasiswa Universitas Riau Khariq Anhar, ditangkap aparat Polda Metro Jaya di Bandara Soekarno-Hatta saat hendak kembali ke Pekanbaru, Jumat (29/8/2025) lalu.
Penangkapan ini diduga tidak sesuai prosedur hukum karena tanpa surat penangkapan resmi dan disertai kekerasan fisik Khariq kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya dan ditetapkan sebagai tersangka.
Khariq Anhar dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yakni Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1), Pasal 48 ayat (2) jo Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35. Pasal-pasal ini mengatur tentang penyebaran informasi elektronik yang dianggap memuat ujaran kebencian, hoaks, dan provokasi.
