Polisi Ungkap Kronologi dan Hasil Otopsi Kasus Dugaan Penganiayaan Anak di Inhu

Polisi Ungkap Kronologi dan Hasil Otopsi Kasus Dugaan Penganiayaan Anak di Inhu
Kasubbid Dokpol Bid Dokkes Polda Riau, AKBP Supriyanto.

INHU (RA) - Kepolisian Resor Indragiri Hulu (Polres Inhu) akhirnya mengungkap perkembangan dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang anak laki-laki berusia 8 tahun yang meninggal dunia pada pertengahan Mei 2025 lalu.

Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Fahrian Saleh Siregar menyampaikan bahwa kejadian bermula pada Senin, 19 Mei 2025, dengan korban berinisial KB, seorang anak laki-laki yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

"Yang menjadi pelapor dalam kasus ini adalah ayah kandung korban. Berdasarkan laporan tersebut, kami segera melakukan langkah-langkah penyelidikan," ujar Kapolres dalam konferensi pers yang digelar Rabu (4/6/2025).

Dari hasil penyelidikan awal, diketahui bahwa terdapat lima orang anak laki-laki di bawah umur yang diduga terlibat dalam peristiwa ini. Mereka kini berstatus sebagai anak yang diduga pelaku (ADP).

Penyidik menjelaskan bahwa pada Selasa, 20 Mei 2025, sekitar pukul 08.00 WIB, pihaknya menerima informasi bahwa korban telah meninggal dunia.

Informasi ini segera ditindaklanjuti dengan mengunjungi rumah duka yang beralamat di Buluh Rampai, Kecamatan Seberida, Kabupaten Inhu.

Sesampainya di rumah korban, penyidik langsung bertemu dengan kedua orang tua korban dan menyampaikan permohonan resmi untuk dilakukan otopsi guna mengetahui penyebab pasti kematian sang anak.

Setelah mendapat persetujuan dari keluarga, proses otopsi dilaksanakan oleh tim medis yang dipimpin oleh dr. Muhammad Tegar Indrayana, Sp.F, spesialis forensik dan medicolegal dari Fakultas Kedokteran Universitas Riau (FK UNRI).

Otopsi dilakukan pada Senin, 26 Mei 2025, pukul 17.00 WIB, di RSUD Indrasari Rengat. Pemeriksaan berjalan sesuai prosedur kedokteran forensik dan didampingi sejumlah tenaga medis lainnya.

"Mayat yang kami periksa adalah seorang anak laki-laki berusia sekitar 8 tahun, dengan postur tubuh 136 cm dan karakteristik mongoloid," ujar Kasubbid Dokpol Biddokkes Polda Riau, AKBP Supriyanto.

Tim menemukan adanya memar pada perut bagian kiri, paha, serta adanya resapan darah di jaringan lemak perut, yang mengindikasikan trauma akibat kekerasan tumpul.

Lebih lanjut, tim forensik juga menemukan perforasi atau kebocoran pada usus bagian kanan, yang menyebabkan infeksi berat di dalam rongga perut.

"Berdasarkan seluruh temuan primer dan penunjang, kami menyimpulkan bahwa penyebab kematian adalah infeksi sistemik luas akibat pecahnya usus buntu atau appendiks," jelas Supriyanto.

Sementara itu, proses penyidikan terus berlanjut. Hingga saat ini, polisi telah memeriksa 22 orang saksi, termasuk dua tukang urut, dua dokter, kedua orang tua korban, lima teman sekolah korban, serta kepala sekolah dan wali kelas.

Pihak penyidik menyatakan bahwa hasil otopsi ini akan menjadi dasar penting dalam pengembangan kasus dan menentukan apakah terdapat unsur pidana dalam kejadian tersebut.

"Pemeriksaan dilakukan secara objektif dan profesional. Kami akan terus menelusuri apakah kematian korban murni karena kondisi medis atau ada unsur kekerasan sebelumnya," sambung Kapolres Inhu.

Ia juga menegaskan bahwa pihak kepolisian membuka ruang untuk pertanyaan dari media dan masyarakat, namun tetap mengedepankan perlindungan terhadap identitas anak-anak yang terlibat.

Hingga kini, para terduga pelaku yang merupakan anak di bawah umur belum ditetapkan sebagai tersangka dan masih dalam proses klarifikasi dan pendalaman.

"Kami tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan restoratif dalam menangani perkara yang melibatkan anak-anak," tambah AKBP Fahrian.

#Hukrim #Inhu

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index