KUANSING (RA) - Puluhan warga Desa Rambahan, Kecamatan Logas Tanah Darat (LTD), Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing sejak Rabu (9/4/2025).
Mereka menuntut pembebasan salah seorang warga, Dodi Aria Putra, yang ditahan atas kasus sengketa lahan dengan perusahaan PT Nusantara Prima Manunggal (NPM).
Pantauan di lokasi pada Kamis (10/4/2025), para demonstran masih bertahan dengan mendirikan tenda-tenda sebagai tempat berlindung. Mereka juga membentangkan spanduk berisi tuntutan pembebasan Dodi, serta membawa perlengkapan seadanya, menunjukkan keseriusan dalam menyuarakan aspirasi.
Menurut warga, kasus ini merupakan konflik lahan yang bersifat perdata, sehingga mereka menganggap penahanan Dodi sebagai bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan masyarakat mempertahankan tanah ulayat.
"Kami hanya ingin keadilan. Ini tanah kami, tapi malah masyarakat yang dikriminalisasi," ujar salah satu warga yang ikut dalam aksi.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing, Sahroni, SH, MH, melalui Kasi Intelijen Alexander, SH, memberikan keterangan resmi kepada media.
Ia membenarkan bahwa tersangka Dodi Aria Putra telah dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Polres Kuansing kepada Jaksa Penuntut Umum pada 23 Maret 2025.
"Tersangka saat ini sedang dalam tahap penuntutan, dan memang telah dilakukan penahanan oleh Jaksa Penuntut Umum," jelas Alexander.
Dodi juga telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Namun hingga kini, perkara tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Teluk Kuantan pada 9 April 2025 dan masih menunggu penetapan jadwal sidang.
Alexander menambahkan bahwa pihak Kejari Kuansing telah menggelar mediasi bersama keluarga Dodi dan perwakilan masyarakat Desa Rambahan. Dalam mediasi itu, pihak kejaksaan menjelaskan bahwa permohonan restorative justice tidak dapat dikabulkan karena tidak memenuhi syarat.
"Semua penjelasan telah kami sampaikan secara langsung kepada keluarga Dodi dan masyarakat, dengan pengamanan dari pihak Polres Kuansing," ujarnya.
Kasus ini berawal pada September 2022, saat PT NPM melakukan pemanenan tanaman hutan seperti akasia dan eucalyptus di wilayah konsesinya.
Namun kegiatan itu dihentikan oleh Dodi dan beberapa orang warga yang mengklaim tanah tersebut sebagai milik mereka. Dodi kemudian menanami lahan dengan sawit dan membangun pondok di lokasi tersebut.
Setelah dicek, lahan tersebut ternyata berada di dalam kawasan hutan berstatus HPT/HPK (Hutan Produksi Terbatas/Hutan Produksi Konversi), dan Dodi tidak memiliki izin melakukan aktivitas di kawasan itu.
Oleh karena itu, ia dijerat dengan Pasal 36 Undang-Undang Cipta Kerja yang mengubah UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
